Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur memiliki 50 Sumber migas yang sebagian besar berada di laut. Banyak kontraktor migas yang sudah melakukan operasi, yakni Kangean Energy Indonesia Ltd, berhasil memproduksi gas sebesar 82,53 miliar kaki kubik dari Lapangan Terang-Sirasun-Batur (Terang) sejak Mei 2012 hingga April 2013 lalu.
Kontraktor migas tersebut, rata-rata mampu memproduksi hingga 240 juta kaki kubik per hari. Lalu produksi gas dari Lapangan Pagerungan sebesar 1,174 miliar kaki kubik dan lifting kondensat telah mencapai 13,2 juta barel.
Sedangkan secara umum kapasitas produksi Kangean Energy Indonesia dapat memproduksi hingga 330 juta kaki kubik per harinya. Sedangkan untuk PT. Santos Santos yang beroperasi di blok Maleo hingga Maret maret 2013 mampu memproduksi hingga 80 juta kaki kubik per hari.
Walau Sumenep, memiliki enam triliun kaki kubik gas, namun perolehan dana bagi basil (DBH) minyak dan gas (migas) untuk Sumenep, hingga September 2013 atau dua trwulan ini, Pemkab Sumenep hanya mendapatkan DBH migas sebesar Rp.10 miliar, itu pun belum transparan dan kepada masyarakat dan tidak dinikmati oleh masyarakat bawah.
Maka sangat wajarlah bila masyarakat Sumenep banyak yang menolak rencana kegiatan ekplorasi dua blog migas yaitu MBF-1 dan MBG-1 seluas 2.515,95 km persegi yang akan dilakukan Husky-CNOOC Madura Limited, di selat Madura antara Pulau Sapudi dan Pulau Raas.
Ada beberapa tawaran dalam memudahkan masyarakat menerima adanya ekplorasi dan eksploitasi migas di Sumenep. PertamaPemerintah memberi rekomendasiatau mengadakan perjanjian dengan Husky supaya merekrut tenaga kerja dari masyarakat setempat yakni masyarakat pulau Sapudi dan Masyarakat Pulau Raas.
Tentunya masyarakat diberi tugas di bagian yang sesuai dengnan kemampuannya, misalnya penyediaan makanan pekerja, pengadaan seragam pekerja, administrasi, pengangkut sarana dan prasarana yang akan ditempatkan di pengeboran, penginapan dan lainnya.
Kedua, Pemerintah memberi kompensasi kepada kedua pulau setempat, baik kompensasi fisik atau non fisik yang dapat menyejahterakan kehidupan masyarakat setempat. Kompensasi fisik misalnya perbaikan infrastruktur sedangkan non fisik pengembangnan pendidikan dan kesehatan serta lainnya.
Ketiga, Pemerintah sanggup mempermudah pemasukan Bahan Bakar Minyak ke kepulaun Sumenep serta dapat menormalkan harganya. Karena selama ini masyarakat kepulauan Sumenep sulit mendapatkan BBM sehingga perekonomian, pendidikan dan layanan kesehatan lumpuh. Walaupun di kepualaun ada BBM harganya sangat mahal mencapai Rp.15.000,- sampai Rp. 20.000,-.
Keempat, pemerintah hendaknya memberi informasi secara transparan kepada masyarakat mengenai bagi hasil migas sehingga masyarakat percaya kepada pemerintah. Selama ini bagi hasil migas di Sumenep tidak transparan dan tidak dapat dinikmati oleh masyarakat, sungguh pantas jika masyarakat banyak yang memberontak bila masih ada eksplorasi dan eksploitasi migas di Sumenep.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H