Mohon tunggu...
Adi Fitriansyah Rizqoni
Adi Fitriansyah Rizqoni Mohon Tunggu... Guru - Adirizqoni

seorang guru di sekolah menengah pertama di kabupaten Tanah Bumbu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pawang Dalam Budaya Nusantara

26 Maret 2022   22:36 Diperbarui: 26 Maret 2022   22:44 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak perhelatan motogp Mandalika Minggu 20 Maret 2022 yang lalu. Jagat dunia maya digemparkan dengan aksi seorang pawang hujan yang berusaha meredakan hujan deras yang mengguyur sirkuit Mandalika. Alhasil aksi tersebut menuai pro dan kontra dalam kalangan masyarakat. Bagi yang kontra  mereka  menganggap bahwa perbuatan itu termasuk syirik, menyimpang dari ajaran islam. Sedangkan bagi yang pro mereka menganggap bahwa itu merupakan bagian dari budaya bangsa. Lalu apakah pawang itu? Apakah ia termasuk bagian dari budaya? Bagaimana kita menyikapinya?

Menurut KBBI pawang adalah orang yang mempunyai keahlian istimewa yang berkaitan dengan ilmu gaib, seperti dukun, mualim perahu, pemburu buaya, penjinak ular. Masyarakat indonesia sendiri tidak asing lagi dengan yang namanya pawang hujan. Setiap ada acara yang membutuhkan banyak waktu dan membutuhkan cuaca panas seperti hajatan pernikahan, pawang hujan akan menjadi sewaan. Pawang hujan menggunakan cara khusus seperti membaca mantra untuk memanggil makhluk gaib yang ia manfaatkan untuk mencegah terjadinya hujan ataupun meredakan hujan.

Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara adalah hasil perjuangan manusia terhadap pengaruh kuat, yakni zaman dan alam. Disebut dengan perjuangan karena dengan budaya  masyarakat bisa bertahan dalam menjalani kehidupan di dunia. Ada tujuh unsur kebudayaan universal. Ketujuh unsur itu meliputi sistem bahasa, pengetahuan, organisasi kemayarakatan, teknologi, ekonomi, religi dan kesenian. Sedangkan wujud kebudayaan itu sendiri berupa gagasan (ide pokok), aktivitas (tindakan) dan hasil budaya(karya).

Sejak zaman praaksara nenek moyang bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya dan tradisi yang masih terlihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Seperti nilai kepercayaan, nilai gotong royong, nilai musyawarah, nilai keadilan, tradisi bercocok tanam dan tradisi bahari.  Nilai-nilai itu dapat kita ambil sebagai pelajaran dan suri tauladan. Pawang hujan merupakan bagian budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi, dari zaman praaksara sampai zaman modern. Ia merupakan bagian dari nilai kepercayaan. Mereka memiliki kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib. Mereka mempercayai bahwa pohon yang rimbun, hutan lebat, gua yang gelap, pantai, laut merupakan tempat keramat yang dihuni roh halus atau makhluk gaib. Mereka juga meyakini bahwa peristiwa alam seperti hujan, petir, banjir dan sebagainya adalah akibat perbuatan roh halus atau makhluk gaib. Selain itu mereka juga percaya bahwa benda-benda tertentu memiliki kekuatan sehingga benda tersebut harus dikeramatkan.

Mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. Namun dalam kesehariannya terkadang banyak yang masih melakukan ritual-ritual atau tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran syariat Islam. Hal ini tidak lepas dari perkembangan masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu. Yakni sejak zaman praksara, Hindu-Budha sampai Islam. Kepercayaan animisme dan dinamisme pada masyarakat Indonesia yang telah ada sejak zaman praaksara tidak hilang meskipun masuk kebudayaan Hindu-Budha. Bahkan kebudayaan Hindu-Budha melakukan penyesuaian dengan budaya lokal agar bisa diterima oleh masyarakat masa itu. Begitupun dengan hadirnya Islam di Nusantara. Kebudayaan yang telah melekat sulit dihilangkan sehingga dalam proses penyebaran agama Islam dilakukan pendekatan-pendekatan budaya. Tentu kita mengenal bagaimana sunan kalijaga berdakwah dengan pendekatan budaya. Melalui syair lir-ilir dan wayang dengan tiket masuknya berupa jimat kalimosodo yang artinya dua kalimat syahadat. Islam akhirnya berkembang dengan adaptasi. Hal ini wajar karena pada pada dasarnya masyarakat yang telah memiliki akar budaya yang kuat akan sulit untuk menerima budaya yang baru secara utuh sehingga terjadilah yang namanya akulturasi.

Allah SWT selalu memerintahkan kita untuk berIslam secara kaffah baih secara bathin maupun dzahir. Sebagai seorang muslim, kita harus bisa menyaring setiap nilai-nilai budaya dan tradisi yang dianut dan diaktualisasikan oleh masyarakt agar tidak bertolak belakang dengan syariat. Karena kedudukan akal tidak akan pernah menjadi lebih utama dibandingkan dengan wahyu Allah SWT. Ini adalah pemahaman esensial yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Seorang muslim tidak hanya mencukupkan dirinya pada aspek ibadah saja tetapi ia juga harus memiliki pemahaman tentang aqidah.

Keberadaan pawang hujan di Indonesia merupakan bentuk kearifan lokal. Tetapi jika kearifan lokal itu tidak sesuai dengan ajaran syariat Islam maka sebagai seorang muslim kita tidak boleh meyakininya. Penting bagi kita untuk terus mengingatkan generasi-generasi muda bangsa ini terutama para pelajar-pelajar Indonesia untuk menghindari atau meyakini sesuatu yang melenceng dari nilai-nilai Islam, meskipun itu bagian dari kebudayaan dan kearifan lokal. Jikalau kearifan lokal itu tidak bertentangan dengan syariat, maka kita harus menjaga dan merawat dengan sebaik-baiknya, karena itu merupakan bagian dari keberagaman masyarakat Indonesia.

Pagelaran motogp Mandalika memang pada akhirnya menjadi panggung bagi ibu Rara sang pawang hujan di indonesia bahkan dunia. Meskipun kita tahu  bahwa kemungkinan itu hanya bagian dari promosi untuk menarik wisatawan mancanegara dan menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai kekayaan budaya yang luar biasa banyaknya. Tetapi, jangan sampai hal-hal seperti itu menjadi pembodohan bagi anak-anak bangsa. Saya berharap setelah melihat tontonan itu tidak ada anak-anak Indonesia yang bercita-cita jadi pawang hujan yang berteman dengan jin dan sebangsanya. Pawang memang bagian dari budaya. Tetapi, diera modern seperti ini dengan kemajuan teknologi yang pesat pawang hujan hanyalah lelucon belaka. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun