Opini
Resolusi Pentahelix Banjir Bengawan Jero
Oleh Adi Faridh*)
Rutinitas setiap penghujung tahun bagi masyarakat di hilir Bengawan Solo adalah merawat kesabaran ekstra. Wilayah geografis yang dikenal dengan sebutan bonorowo atau Bengawan Jero ini memikul beban klasik terdampak banjir. Sebuah konsekuensi logis dari topografi yang lebih rendah dari kawasan sekitar dan berada di lahan pasang surut daerah aliran Bengawan Solo.
Kondisi topografi bonorowo ini melingkupi sekitar 50,17 persen luas Kabupaten Lamongan bagian tengah yang tersebar di delapan kecamatan. Rilis berita dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lamongan menyebutkan bahwa sampai 30 Desember 2021 banjir telah melanda enam kecamatan dan merendam 1.780 rumah penduduk. Â
Ketinggian genangan akibat luapan air anak Bengawan Solo ini bervariasi mulai dari 20 cm sampai 60 cm. Tingginya curah hujan serta air kiriman dari hulu diklaim BPBD sebagai pemicu banjir yang merendam lahan pertanian dan fasilitas umum termasuk akses jalan antar kecamatan mulai dari Turi, Karanggeneng, Kalitengah, Karangbinangun, Deket, dan Glagah.
Sebagai problematika rutin di musim penghujan  sebetulnya banjir ini bukan fenomena baru bagi masyarakat Bengawan Jero. Arsip sejarah Algemeene Secretarie 3091/1 menyimpan catatan kelam bahwa  zaman kolonial Belanda tepatnya 17 Februari 1896 terjadi banjir besar di Lamongan yang merendam wilayah ini.Â
Bahkan catatan jurnalistik Suluh Indonesia 26 Maret 1966 melansir berita banjir besar mencapai ketinggian 3,5 meter dengan arus yang sangat deras pernah membobol tanggul di Karangbinangun dan meluas hampir memasuki Kota Lamongan.
Kearifan lokal mengilhami masyarakat Bengawan Jero untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan geografisnya. Etos kerja keras, rajin, dan ulet menjadikan tantangan berbuah peluang dan hasil.Â
Publikasi ilmiah yang diunggah website Universitas Gadjah Mada melaporkan hasil riset program doktoral oleh Soegiyanto akademisi dari Unesa tentang kecerdasan beradaptasi masyarakat bonorowo dengan lingkungan banjir.Â
Hidup dalam ancaman banjir jika disikapi kreatif juga bisa mengilhami pilihan strategi mata pencaharian dengan merotasi pola tanam dan pola bertambak. Alhasil, kecakapan beradaptasi membuahkan hasil tingkat pendapatan tinggi dan taraf ekonomi masyarakat Bengawan Jero berada di atas rata-rata masyakat Lamongan.
Kondisi banjir yang rutin melanda Bengawan Jero ini bukanlah bencana yang sengaja dibiarkan sehingga kemudian direspon cibiran dan umpatan dari beberapa kalangan masyarakat.Â