Kasus megaproyek E-KTP di Kementerian dalam negeri berhubungan dengan kasus pajak BCA dengan aktornya masing masing. Keduanya bukanlah hal yang mengejutkan mengingat kebiasaan di Indonesia denan politik saling sandera. Tidak terkecuali kasus korupsi atau setidaknya... dugaan korupsi.
Siapa yang menyangka bahwa Hadi Poernomo akan ditangkap KPK karena dugaan menyalahgunakan wewenang Dirjen Pajak, yang disinyalir telah memuluskan jalan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dalam mengajukan penangguhan pajaknya. Harap dicatat dan diingat, saat itu, Hadi selaku Dirjen Pajak mengurus Wajib Pajak BCA Tahun Buku 1999. BCA sendiri masih di bawah naungan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dimana kesehatan dan performanya masih harus perlu dibantu oleh pemerintah agar layak berjalan sendiri.
Kita menghormati KPK sebagai lembaga anti korupsi yang masih dapat dipercaya hingga saat ini. Ketika kita belum punya bukti untuk menyatakan bahwa KPK mungkin melakukan korupsi. Sudah gila apa?
Tapi selalu ada keanehan ketika KPK memutuskan memberi gelar "tersangka" bagi seseorang. Keanehan yang tidak datang dari KPK saja, melainkan juga dari luar lembaga itu yang ujung ujungnya masih berhubungan dengan KPK juga. KPK mungkin tidak berpolitik, tetapi bukan rahasia umum lagi kalau Abraham Samad CS selalu berusaha ditari-tari ke ranah politik. Terutama politik konspirasi dan saling sandera tadi.
Sebagai ketua BPK yang hilir mudik ke ruangan Kemendagri, (dalam catatan saya setidaknya 4 kali ) dalam rangka jalankan tugasnya selaku pemeriksa keuangan, Hadi Purnomo tentu tahu detail penggunaan uang di kementerian itu. Memeriksa penggunaan uang negara untuk megaproyek E-KTP yang kita semua tahu hasilnya seperti proyek abal-abal.
Kasus pajak BCA yang dalam proses penyehatan ketika itu tentu terasa ganjil sebab satu dekade kemudian baru memiliki tersangka. Dengan semakin profesionalnya KPK, dan kejadian yang tidak ditutupi oleh pihak terkait, tentu menimbulkan pertanyaan, sedemikian sulitkah KPK mendapatkan 2 barang bukti? atau sejak kapan KPK punya dua bukti itu? Lalu kenapa sekarang diumbar dihadapan publik?
Lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga baru berani beraksi dengan kasus E-KTP yang sudah terlihat sejak peluncurannya. Semua lapisan masyarakat seolah melihat hantu tapi tak bisa menyentuh wujudnya. Artinya, kita diberi Kemendagri pertunjukan korupsi perihal pembuatan ktp elektronik itu, namun kita tidak bisa menemukan dimana letak korupsinya, meski kita hakul yakin bahwa ada yang salah dengan proyek itu.
Loe Jual, Gue Beli
BPK tentu tahu bahwa ada masalah, demikian juga KPK, hal ini hanya soal waktu dan momentum pemicu saja. Dengan mudah kita mengerti soal politik sandera dan saling menjatuhkan itu. Satu pidana terbongkar, akan diikuti nyanyian pembongkatan yang lain. Ibarat kata orang Jakarta, "Loe jual, Gue beli".
Terlalu naif bagi kita mengatakan bahwa KPK itu independen dan bersih dari urusan politik. Ya, mereka mungkin tidak punya kepentingan selain membongkar kasus korupsi dan menjerat para koruptor. Namun, tidak ada yang bisa menjamin bahwa KPK bersih dari ajang pertempuran sesama koruptor. Siapa yang pertama terbongkar kasusnya, ia akan bernyanyi kemudian, dengan memanfaatkan keberadaan KPK itu sendiri.
Disadari atau tidak oleh petinggi KPK, bahwa sesungguhnya mereka telah diperalat untuk menjatuhkan lawan politik orang per orang, organisasi per organisasi atau bahkan sesama birokrat.