SBY masih terlalu sopan dalam mengarahkan sindirannya. Keberanian dirinya "menembak" jatuh penggantinya di Istana Merdeka belum sepenuhnya muncul meski seharusnya sudah terpicu oleh kedatangan Prabowo  ke Cikeas. Presiden ke-enam itu seperti biasa, masih ragu bahwa ia tidak benar-benar dicintai masyarakat.
Harus diakui bahwa suhu politik saat ini memanas pada tingkat yang menarik perhatian banyak kalangan. Dari para awam politik hingga para ahli berbagai bidang, seperti ahli bahasa, ahli politik, ahli media sosial,  ahli beras, ahli garam, ahli jengkol, ahli manipulasi, ahli opini dan ahli bersifat massal yang  publistis lainnya.
Meski demikian, suara lirih SBY dari Cikeas mendapat respon yang cukup dari Presiden Joko Widodo. Seperti dilansir antaranews.com, bahwa presiden yang akrab dipanggil Jokowi itu lugas menegaskan bahwa di Indonesia tidak ada kekuasaan yang absolut dan pihak yang menyebutkan ada praktik kekuasaan yang absolut sebagai sangat berlebihan.
"Perlu saya sampaikan bahwa saat ini tidak ada kekuasaan absolut atau kekuasaan mutlak, kan ada pers, ada media, ada juga LSM, ada juga yang mengawasi di DPR, pengawasannya kan dari mana-mana, rakyat juga bisa mengawasi langsung," kata Presiden Jokowi di Cikarang, Jumat ( antaranews.com )
Sebelumnya Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono membuat pernyataan seolah ada penyimpangan kekuasaan.
"Power must not go unchecked. Artinya kami harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan tidak melampaui batas, sehingga tidak masuk apa yang disebut abuse of power. Banyak pelajaran di negara ini, manakala penggunaan kekuasaan melampaui batasnya masuk wilayah abuse of power, maka rakyat menggunakan koreksinya sebagai bentuk koreksi kepada negara," kata SBY di Bogor, kemarin (27/7). (antaranews.com)
Pertemuan SBY dengan Prabowo Subianto pastinya mendapat banyak kesimpulan dari berbagai macam ahli tadi. Satu pengamat dan lainnya akan memiliki hitungan dalam hal skenario politik yang mungkin terjadi kelak. Tetapi untuk saat ini, pandangan atau prediksi para pengamat hanya berlaku untuk memperlaris oplah koran atau persentase rating berita televisi semata.
Padahal dari semua prediksi dan kalkulasi yang ada, kita sering melewatkan kenyataan dari hasil pertemuan keduanya.
Kenyataanya adalah "bahwa pertemuan Prabowo dan SBY hanya bersepakat sesaat untuk "menyerang" kekuasaan negara yang saat ini dipegang oleh Presiden Jokowi. Â Itu saja, tidak lebih.
Pernyataan keduanya dapat dilihat saat mereka memberi keterangan dan dirilis diberbagai media. Bahwa itu pertemuan dua tokoh politik, benar, tetapi  keduanya tidak sedang melakukan negosiasi politik. Ego dan hasrat politik kedua purnawirawan itu dapat dipastikan tidak ada kata mengalah demi kekuasaan di Indonesia.