[caption id="" align="aligncenter" width="454" caption="-Ilustrasi, Peta Eropa Timur (anehira.com)"][/caption]
Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague dan Menlu Perancis, Laurent Fabius dibuat putus asa oleh keraguan beberapa koleganya sesama Uni Eropa dalam menyikapi sanksi untuk Rusia atas situasi Ukraina. Ketegangan yang meningkat dan keraguan akan efektifitas sanksi hingga kemungkinan jauh lebih buruk lagi, perang saudara di depan mata adalah argumen yang mengemuka.
Â
Keputusan pasca pertemuan para menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa (UE) itu pada Senin (14/4) adalah menyepakati penambahan daftar orang-orang yang akan dikenai sanksi atas keterlibatan mereka dalam krisis Ukraina. Meskipun UE sendiri memutuskan tidak akan menerapkan tindakan yang lebih keras menjelang pertemuan tingkat tinggi yang akan diikuti oleh para pejabat tinggi UE, Amerika Serikat, Rusia dan Ukraina sendiri pekan ini.
Â
Seperti dirilis AFP (tanpa merinci nama), sudah ada setidaknya 33 pejabat dan pemimpin perusahaan asal Ukraina dan Rusia, termasuk orang-orang di lingkaran Presiden Rusia Vladimir Putin, dimasukkan dalam daftar sanksi tersebut. Mereka diaganggap, terutama Rusia, bertanggung jawab atas situasi terakhir di Ukraina timur yang berbatasan dengan Republik Crimea.
Â
Di wilayah itu, para milisi pro-Kremlin semakin agresif dan telah menduduki banyak gedung pemerintahan. Pendudukan itu dimaksudkan untuk memberi pesan yang jelas kepada peremeritahan di Kiev yang pro-UE agar mereka menghentikan mengambil sikap atau harus menghadapi konsekuensi.
Â
Eropa menganggap aksi milisi di Ukraina adalah bagian dari intervensi Rusia atas kehendak Majelis Federasi Rusia melalui Putin. Namun sanksi itu bukanlah solusi bagi situasi Ukraina terkini. Negeri itu terancam perang saudara dan tingkat ketegangan sangat kritis hingga mungkin Suriah bukan lagi menjadi berita menarik.
Â