Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan Indonesia Selalu TRAGIS

11 November 2012   20:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:36 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bisakah para pembaca sekalian menyebut satu saja nama Pahlawan Indonesia yang "berakhir" dengan "MEGAH" dalam hidup mereka? Ya, dengan tulisan penutup dalam terkenal itu, " ... and they lived happily ever after!" - ketika mereka masih hidup.

Sebagian kita mungkin sedikit 'frustasi' untuk menemukan kalimat dongeng itu dalam tulisan sejarah para pahlawan yang resmi dan mendapat pengakuan secara nasional.

Mungkin karena kita tidak memiliki cukup banyak 'tinta emas' hingga akhir cerita atau karena hidup terus berjalan sehingga 'yang lalu biarlah berlalu' berlaku untuk setiap jasa mereka?. Atau karena kita memang tidak berbakat menghargai orang - orang hebat yang ada disekitar kita sebelum ini dan Nanti.

Saat ini? Ya, saat ini (disisi lain), kita terbiasa membuat seseorang menjadi Pahlawan hanya untuk saat ini, berdasakan kebutuhan "ke-kini-an", dengan tujuan sempit, terbatas dan kebutuhan sebagian kecil orang sehingga terkesan "mendegradasi" arti sebuah kepahlawanan sejati.

Kembali ke arena,

Sebagian besar pengetahuan yang kita dapat dari teks buku sejarah tentang para pahlawan kita hanyalah kisah yang memilukan di akhir cerita (hayat) mereka.

Sekedar beberapa contoh,

Cut Nyak Dhien, wanita yang paling "menggemaskan" Kaphe/Belanda di dunia selain Ratu Wilhelmina (dalam dua kutub persepsi yang berbeda), mebuat kita yang membaca sejarah perjuangan beliau sangat menjanjikan kebanggaan dan membuat bulu kuduk berdiri. Kita tidak bisa meminta lebih banyak dari seorang "putri" yang penuh kenyamanan di masa mudanya, menjadi singa betina dan "jatuh" secara menyedihkan dalam kebutaan di pembuangannya.

Pangeran Diponegoro, pangeran paling populer (di Indonesia hingga saat ini) dengan perang yang hampir membuat Belanda bangkrut hidup penuh kenyamanan jika beliau mau. Tawaran sebagai Raja dari dan untuk menggantikan ayahanda beliau, Sultan Hamengkubuwono III, adalah jaminan keselamatan, kekayaan dan kekuasaan baginya sendiri, tapi beliau menolak sebab rakyat dan spiritualisme baginya lebih penting.

Perang dibawah kepemimpinan beliau disinyalir memaksa Belanda meninggalkan beberapa jajahannya yang lain seperti Afrika Selatan (walaupun belum ada bukti), menyerah pada Inggris di Melaka dan menunda perang Aceh, demi konsentrasi menghadapi tentara Diponegoro yang mematikan. Kemudian beliau ditangkap, dibuang, dan meninggal jauh dari istana yang ia banggakan.

Sisingamangaraja XII, mungkin cukup beruntung meninggal "terhormat" di tanah yang ia perjuangkan. Tetapi kematiannya yang dipertontonkan sepanjang jalan menuju Tarutung, mengingatkan penulis pada pangeran Troya, Pangeran Hektor yang diseret sepanjang hari oleh penakluknya Akhilles.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun