Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nuklir India Sebabkan Hiu/Paus Terdampar?

5 Agustus 2012   22:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:12 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Missile test/google search

Kematian dua hiu ukuran raksasa di pantai Jawa - Indonesia, menimbulkan keprihatinan yang mendalam bagi pencinta alam. Sebelumnya seekor Paus juga ramai diberitakan terdampar walaupun berhasil diselamatkan. Beberapa ahli hiu dan paus dari Australia mencoba mengendus bagaimana kedua raksasa samudera itu mengalami kejadian naas yang menjadi tontonan gratis warga sekitar. Mengkonfirmasi bahwa biasanya mereka terdampar karena salah orientasi dengan sonar yang terganggu ( Disoriented sonar system). Ada kemungkinan lain juga mengatakan, hewan - hewan malang itu mencoba menghindari suhu dingin laut selatan khatulistiwa. Perairan hangat Indonesia menjadi  tujuan, juga termasuk jalur migrasi menuju Samudera Pasifik dari Samudera Hindia/Indonesia. Belum bisa dipastikan penyebab utama terdamparnya makhluk yang mengundang decak kagum karena ukurannya itu. Namun terdapat beberapa  asumsi yang lebih masuk akal, mengingat pengalaman dan kejadian selama ini. Pertama:  Nuklir India/Pakistan. [caption id="" align="alignnone" width="473" caption="Missile test/google search"][/caption] Adanya percobaan senjata nuklir (rudal jelajah)  ke perairan jauh. Wilayah yang biasa dijadikan tempat percobaan adalah perairan Samudera Hindia oleh dua negara yang saling bersaing India dan Pakistan.   Tentunya jauh dari perairan Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE) Indonesia atau Samudera Indonesia. Namun hal ini pernah menjadi perhatian khusus beberapa tahun lalu, dimana Australia juga mengalami puluhan Hiu dan Paus termasuk Lumba-lumba, terdampar di perairan barat mereka. Belum lama ini kedua negara mengklaim sukses ujicoba rudal jelajah mereka. Ini sangat mungkin ada hubungannya, tetapi biasanya mereka menyangkal dengan mudah. Kedua:  Sub Marine. Adanya  aktifitas kekuatan armada laut yang menggunakan sonar sebagai penunjuk arah utama.  Dalam hal ini adalah Kapal selam.  Seperti diketahui, kapal selam AS dan Rusia termasuk Perancis sering hilir mudik tanpa disadari TNI AL. Kalaupun terdeteksi atau ketahuan,  biasanya RI sulit mengusir karena tidak sanggup.  Sonar Kapal selam ini biasanya menyebabkan sonar Hiu dan Paus terganggu sehingga dapat membuat kesulitan menentukan arah dan posisi mereka termasuk kesulitan mendeteksi  ikan lain yang menjadi makanan mereka. Ciri - cirinya, selain mereka cenderung berada di permukaan air berlama-lama - karena sedang ada kapal selam menggunakan sonarnya - mereka pun akan mencoba menjauh, tampak gelisah. Sebab ketika  berada dalam jangkauan sonar kapal yang kuat, ibarat seorang  manusia terjebak goa gelap gulita dimalam hari. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Nuclear Sub/Royal Navy"]

[/caption]

Bukan rahasia lagi kalau Indonesia adalah tujuan mata-mata. Perairan Samudera Indonesia adalah lalu-lintas terfavorit hingga perbatasan dengan Australia. Megawati diduga sengaja mengundang kapal selam Rusia untuk mendeteksi aktivitas Navy Seal tahun 2003-2004  (termasuk membeli Sukhoi) sekaligus untuk menekan AS agar  membatalkan embargo senjatanya pada Indonesia. Ketiga: Rembulan. Sinar bulan di malam hari yang terus bercahaya sepanjang malam, membuat sifat alami hewan air "mendekati cahaya" membuat hiu dan paus itu  mencapai perairan dangkal dan terjebak tanpa bisa kembali ke perairan yang lebih dalam. Belum jelas apakah sinar rembulan itu juga terkait dengan badai matahari yang sedang berlangsung, tetapi patut dicermati bahwa fenomena langit bersih dimalam hari juga berpengaruh pada sinar tanpa bias sang rembulan. Apapun itu,  Terdamparnya hewan2 puncak teratas sistem rantai makanan di laut itu patut diwaspadai. Baik sebagai fenomena alam maupun sistem pertahanan dan keamanan negara. Apalagi Indonesia, negara yang "diklaim" sebagai ujung tombak terdepan dalam usaha sistem perlindungan lingkungan dunia baik darat/hutan dan lautnya.   Dalam sistem HANKAM-nya pun seharusnya mulai mempertimbangkan dan memperhatikan hal-hal  yang  mungkin biasa bagi orang lain. Namun, yang lebih menggemaskan adalah tidak adanya usaha para ilmuwan atau peneliti Indonesia menganalisa hal berkaitan tersebut diatas. Mungkin mereka menunggu "dana dulu kerja kemudian" alias kurang INISIATIF!!! =Sachs=

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun