[caption id="attachment_240296" align="aligncenter" width="481" caption="Google Maps"][/caption] Filipina sulit membuktikan peran serta sokongan Malaysia atas separatis muslim Moro di Mindanao yang berlangsung selama bertahun tahun. MILF memanfaatkan kedekatannya dengan kesultanan Sulu untuk mencari dukungan untuk perjuangan mereka memerdekakan diri. Penguasa Sulu memang dikenal setia pada Filipina namun mereka juga bukan tidak memberi uluran tangan pada saudara mereka yang membawa panji keagamaan dalam upaya memisahkan diri itu. Itulah sebenarnya salah satu alasan kekecewaan yang mengemuka ketika terjadi kesepakatan damai antara Separatis Moro dan Manila tanpa melibatkan kesultanan Sulu. Kesultanan Sulu selama ini menjaga rahasia besar terkait peran Malaysia ini dan ketika Malaysia berubah dari penyokong menjadi moderator atas MILF dan Filipina, ternyata yang paling berperan (Sulu) tidak dilibatkan. Malaysia memberi dukungan kemudahan persenjataan untuk membantu perjuangan Muslim Mindanao melalui kedekatannya dengan rakyat Sulu. Dengan mendukung Filipina Selatan, Malaysia berharap kelak jika memang benar merdeka, mereka tidak perlu menyerahkan kembali apa yang menjadi hak warga Sulu, tanah air yang disewa oleh Inggris dan secara sepihak diserahkan ke Malaysia, Sabah. Dukungan Malaysia ini mengingatkan kita akan Osama Bin laden yang dididik dan dibekali persenjataan oleh Amerika untuk mengusir Rusia kemudian berbalik melawan Amerika sendiri dengan Al-Qaeda yang membesar tak tertahankan ke hampir seluruh wilayah Timur Tengah dan Afrika. Malaysia masih menganut paham perluasan lahan dan teritorial seperti jaman kerajaan dahulu kala. Mereka sering memindahkan patok perbatasan dan merekrut pemuda lokal untuk dijadikan laskar dengan dalih pekerja perkebunan. Perbedaanya, jika dulu mereka adalah taklukan sekarang mereka coba menaklukkan dengan sokongan diam diam. Logika paling mudah dalam kasus MILF adalah ketahanan mereka berperang, darimana persenjataan mereka dan bagaimana mereka memenuhi kebutuhan logistik gerilya. Seperti yang pernah terjadi dalam kasus dukungan pada pemberontakan GAM yang mana Malaysia berdalih menampung pengungsi. Begitupun yang terjadi dengan Thailand di wilayah Selatan (Narathiwat hingga Yala), jika suatu saat separatis wilayah itu bersedia berdamai dengan Bangkok, bisa jadi atau niscaya akan terjadi ketegangan baru di wilayah Malaysia sendiri (Ipoh dan Kelantan). Penulis sudah pernah memperingatkan Malaysia soal keberadaan penduduk bersenjata di Malaysia Timur di hutan Serawak dan Sabah jauh sebelum penyusupan tentara Kesultanan Sulu terjadi. Ketidakpuasan suku Dayak yang kebanyakan Non Muslim, rasisme, karena hutan mereka di balak sampai pemaksaan pindah agama untuk mendapat biaya hidup bulanan dari pemerintah. Sayangnya penulis menuai kecaman dan cercaan dari pembaca asal negeri jiran itu. Pemerintahan Manila tidak tertutup kemungkinan ingin membalas perbuatan Malaysia, meskipun melalui pernyataan Presiden Benigno Aquino III mengecam tindakan Tentara Sulu, namun data intelijen Filipina penuh dengan kemudahan penyelundupan senjata oleh Moro melalui wilayah yang sekarang bergolak. Manila bisa melakukan hal yang sama dengan memberi kemudahan pemindahan senjata MNLF dan MILF pada gerakan gerilya di Sabah. Pasukan Sultan Sulu bukan datang untuk kalah dan kehormatan semata sebab mereka pastinya bejuang untuk hak yang sesungguhnya. Jadi, keberadaan Sabah sebagai bagian dari kesultanan Sulu adalah fakta sejarah dan semua bukti mengarah pada keabsahan kesultanan itu sebagai pemiliknya. Tetapi sebagaimana Malaysia berhasil mencuri Sipadan dan Ligitan dari Indonesia, mungkin Malaysia juga akan mudah mempertahankan klaim mereka atas Sabah. Karena bahkan para Hakim di Mahkamah Internasional lebih dekat dengan Malaysia karena pengaruh Inggris di Eropa. Disisi lain, Malaysia perlu mengingatkan diri mereka untuk mencari dalih yang lebih masuk akal atas keberadaan Sabah, karena politik perluasan lahan mereka sudah mulai terungkap meskipun Indonesia dan Thailand masih percaya dengan polosnya. Pelajaran berharga bagi Malaysia ketika perang ini usai, apapun hasilnya, adalah jangan sekali kali mendukung pemberontakan dan atau terorisme di negara tetangga jika itu untuk mencuri lahan mereka. Sebab tetangga yang bergolak tidak menjadikan Malaysia menjadi negara maju. Malaysia harus mengubah politik regional mereka dengan prinsip, "jika tetangga makmur maka kita juga makmur sebab tidaklah nikmat menjadi negara kaya diantara tetangga yang miskin karena peperangan". . . =SachsTM= Update komentar pembaca:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H