Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kejaksaan Ditampar KPK

19 Februari 2013   21:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:02 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Kejaksaan.go.id

[caption id="" align="aligncenter" width="250" caption="Photo: Kejaksaan.go.id"][/caption] Kejaksaan Agung atau lebih tepatnya para Jaksa yang mengabdi untuk Negara dengan segala fasilitas 'wah'nya itu memang patut berkaca lebih dekat. Mereka masih harus berjuang lebih keras untuk menujukkan kapasitas mereka sebagai pengacara negara. Adalah tamparan yang cukup memekakkan telinga ketika kasus banyak kasus korupsi yang mereka tangani jarang menuai hasil yang memuaskan. Terakhir seperti kita ketahui semua Majelis Hakim yang dipimpin Pangeran Nababan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, menyatakan Hotasi tidak terbukti melakukan korupsi, baik menurut dakwaan primer maupun subsider. Hotasi Nababan adalah mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA). Kejaksaan harusnya malu melihat lembaga "pesaing" mereka KPK yang selalu sukses menjerat para koruptor jika sudah berada di pengadilan. Ini memberi bukti bahwa negara ini masih sangat lama untuk membutuhkan KPK karena Kejaksaan yang masih lemah dan tidak bisa dipercaya. Berbagai agenda terselubung untuk melemahkan bahkan membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi oleh berbagai pihak termasuk Senayan dan Istana sudah sepatutnya diberantas. Karena tujuanKPK dibentuk adalah memberantas koruspi sampai Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Kejaksaan mampu dan sehat. Tidak berlebihan jika masyarakat yang anti koruptor selalu berteriak lantang "Selamatkan KPK". Hotasi diajukan ke persidangan terkait dugaan korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006. Kejaksaan menangani kasus ini tentu setelah menerima berbagai bukti hasil penyelidikan dan penyidikan dari Kepolisian. Hasilnya, Terdakwa bebas, bukan karena Ketua Majelis Hakimnya seorang Nababan #gak ada hubungannya hehe... Tapi karena mungkin Jaksa yang bertugas tidak bisa membuktikan dakwaannya. Dan ini berhubungan dengan Kejaksaan yang lemah dan mungkin tidak memiliki sense of crisis atas darurat korupsi negara ini. Ataukah para Jaksa kita diisi oleh para pecundang ruang pengadilan?  Sungguh menyedihkan. Sekarang kita hanya memiliki harapan yang bertumpu pada KPK karena POLRI dan Kejaksaan kita masih teramat sangat tertinggal, mungkin juga korup. Apa jadinya jika KPK diamputasi, dilemahkan? Tamatlah negeri ini karena korupsi dan koruptor. (Kutipan dari Kompas.com: Dakwaan bermula dari kebijakan Hotasi mendatangkan dua pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada Desember 2006, meski tidak tercantum dalam rencana kerja anggaran perusahaan tahunan (RKAT) 2006. Proses sewa juga menyertakan pembayaran "security deposit" (uang jaminan) sebesar satu juta dolar AS sebagai jaminan pembelian pesawat kepada perusahaan penyewaan pesawat Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG). Pembayaran uang jaminan dilakukan melalui transfer langsung ke rekening kantor pengacara Hume and Associaties PC pada Bank Mandiri.

Menurut majelis hakim, tindakan Hotasi membayar uang jaminan bukanlah pelanggaran hukum. "Perbuatan Hotasi yang membayar sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dan membayar `security deposit` sudah dilakukan dengan hati-hati, dengan itikad baik, sesuai kondisi perusahaan, dan dengan informasi yang dinilai cukup sehingga unsur melanggar `good governance` tidak terbukti dan tidak melanggar hukum," tambah hakim).

=====

Apakah Kejaksaan punya wajah jika bertemu KPK? Tidakkah putusan bebas atas Hotasi Nababan (terlepas dari benar tidaknya dia melakukan korupsi) bagaikan "tamparan" bagi Kejaksaan jika dibandingkan dengan prestasi KPK?

Apapun alasannya, jika Kejaksaan berani mengajukan sebuah kasus ke Pengadilan seharusnya mereka sudah yakin dengan segala bukti yang ada dan argumen yang tak terbantahkan. Jangan hanya berani menuntut "nenek pemungut buah kakao" misalnya...

.

=SachsTM=

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun