Lalu celaka dua belasss... bahkan tak satupun menteri Jokowi yang mengurusi ekonomi berasal dari partai perumusnya. Logikanya, Bagaimana mungkin perumus tidak disertakan dalam eksekusi bidang yang dirumuskannya? Bukankah perumus cenderung lebih mengerti apa yang dirumuskannya?. Â
Menteri-menteri ekonomi Jokowi saat ini ibarat mahasiswa yang mencoba peruntungan sidang skripsi menggunakan skripsi susunan/buatan orang lain. Mereka tidak menguasai materi milik orang lain meski mereka juga ekonom handal.Â
Mungkinkah Jokowi merencanakan desain produk Apple dikerjakan oleh orang-orang Samsung? Itu kesalahan tidak hanya besar, tapi... Fatal!. Seperti staf ahli membuat pidato lalu beliau tinggal baca karena terima beres. Jadilah salah baca, salah data, salah fakta hingga salah intonasi bisa jadi bahan tertawaan anak kecil.
Tidak ada salahnya jika Mega mengingatkan hal ini, agar Jokowi sadar bahwa relawan memberinya suara tapi tidak membuatkannya rumusan Nawacita dan Berdikari secara detail. Tidak ada salahnya memberi masukan dengan resiko dianggap ikut campur atau "menyetir" tadi.Â
Tersudut kedua yang disorot tentunya pihak Istana. Walaupun secara tegas, PDI P dan Koalisinya memang menyerahkan persoalan perombakan kabinet kepada Presiden Jokowi. Bahkan jika itu harus membagi jatah kursi dengan Gerindra dan Golkar sekalipun.
Masuknya Gerindra dan Golkar ke pemerintahan juga menjadi bumbu isu terkuat terkait reshuffle dimaksud. Jokowi harus menghitung ulang kapasitas dan kualitas etikanya jika perombakan itu dilakukan sekedar berdasarkan alasan politik.
Dengan segala keleluasaan melalui hak prerogatifnya, Presiden Joko Widodo memang tidak bisa dibatasi dalam memilih pembantunya. Tetapi, apakah hak itu juga dibatasi bahwa presiden tidak boleh memilih tim ekonomi dari partainya hanya karena takut dianggap presiden boneka? Siapa yang tahu... istana belum berani bersuara.
SalamÂ
=Sachsâ„¢=