[caption id="attachment_248331" align="aligncenter" width="480" caption="ANTARA/Dhoni Setiawan/ip"][/caption] Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh boleh jadi seorang menteri pilihan SBY di Kabinet Indonesia Bersatu, posisinya pernah menjadi menteri di beberapa departemen. Intinya, sang menteri adalah menteri "tetap" SBY. Masalah Ujian Nasional benar benar menjadi "ujian nasional" bagi Indonesia karena Menteri Nuh, diposisi manapun dia berada sebelumnya, selalu disertai kekacauan di kementrian yang dipimpinnya. Muhammad Nuh adalah menteri dengan tipe birokrat Indonesia umumnya, karena hanya bekerja dari belakang meja dengan kursi yang empuk dan ruangan kantor yang cukup untuk menampung dua keluarga korban banjir. (Bayangkan tuh luasnya...) Sang menteri hanya menerima laporan demi laporan masuk ke meja kerjanya, tanpa melihat langsung apakah semua "proyek" di kementriannya berjalan/dijalankan dengan baik. (Anda bisa melihat track record M.Nuh selama ini) "Kalau mau dikatakan amburadul, kacau, tidak profesional, ya memang seperti itu. Karena laporan yang masuk ke saya, sampai H-5 semua sudah siap sesuai jadwal. Namun keesokan harinya, Kamis atau Jumat (12/4), ternyata saya dapat laporan PT Ghalia tidak bisa penuhi jadwal. Saya juga kaget, karena selama ini laporannya baik," kata Nuh di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (16/4 Metrotvnews.com). Seorang menteri yang sedang menatap hajatan besar seperti Ujian Nasional seharusnya tidak malu meniru kinerja ala Jokowi, BLUSUKAN. Melihat langsung persiapan dan kesiapan di lapangan. Hajatan berskala Nasional ini harus berlangsung secara sukses dan tanpa cacat sedikitpun, tapi Menteri Nuh bukan tipe yang suka bekerja dengan baik. Muhammad Nuh adalah seorang menteri Pendidikan dan Kebudayaan, jikalau seorang menteri seperti ini masih terpakai, bisa kita bayangkan wajah pendidikan Indonesia secara umum. Jikalau Menteri Kebudayaan seperti Muhammad Nuh, maka kebudayaan Indonesia pantas lenyap dari muka bumi ini. Mungkin masih ada kebudayaan tapi kebudayaan biadab, berkorupsi, terlambat dan tidak disiplin, kacau balau dan malas, karena menteri kebudayaannya sendiri tidak menunjukkan manusia yang beradab. Mungkin kritik diatas terlalu keras, tapi bagaimana mungkin, hajatan nasional di koordinasikan seorang yang hanya berada di belakang meja? Bagaimana mungkin Ujian Nasional menjadi "Ujian Nasional" hanya karena sorang menteri yang tidak bisa bekerja?. Jika seorang menteri seperti ini, maka siapapun bisa jadi menteri. Karena tidak perlu menjadikan sesuatu jadi lebih baik tapi membawa departemennya pada kemuduran adalah pekerjaan yang mudah. Ada hal yang paling mengganggu dan membuat miris para pengamat pendidikan dan ekonomi nasional. Dalam pemikiran para ekonom, Sumatera Utara adalah Provinsi dengan Infrastruktur yang paling maju selain Jawa Timur, se Indonesia. Dengan keunggulan Infrastruktur, baik jalan dan segala layanan prasarana yang mudah, tapi kenapa justru Ujian di sana harus tertunda karena keterlambatan bahan ??? Artinya, jika Sumut saja mengalami masalah, maka tidak heran jika saudaranya di Indonesia wilayah tengah (11 provinsi) belum mendapat pasokan di hari pertama seharusnya Ujian berlangsung. Bagaimanapun, Presiden SBY perlu mempertahankan Menteri Muhammad Nuh, agar lengkaplah sudah pertunjukan kebobrokan pemerintahannya periode kedua ini. Akan berbeda jika M.Nuh memiliki rasa malu dan sifat Ksatria (seperti yang pernah diucapkan SBY membela pembunuh di Lapas Cebongan). Ujian Nasional adalah ujian pendidikan berskala nasional, wajah negara terpampang disana. Lalu dimana wajah negara jika tidak mampu melaksanakan "pesta"nya sendiri?. Adakah ini sekedar Ujian "muka tembok" ala Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang diwakili Muhammad Nuh? Bagaimana jika kejadian ini juga terjadi pada Pemilu? ' ' =SachsTM=
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H