Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Surat Terbuka untuk Presiden: SBY Payah?

27 Januari 2014   19:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:24 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada:

Yth, Bapak Presiden Rebuplik Indonesia Raya, Susilo Bambang Yudhoyono

Di tempat.


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Salam sejahtera pak, semoga dalam lindungan Allah senantiasa.

Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada bapak yang akan tertulis dalam sejarah negeri tercinta kita ini, Indonesia ( Raya ), sebagai presiden pertama yang dipilih oleh rakyat dalam dua periode. Selamat juga atas segala pencapaian bapak secara pribadi yang didapat dari dunia Internasional dan dala negeri. Penghargaan kepada bapak tentunya diraih dari hasil kerja keras selama ini.


Dalam hitungan bulan kedepan, bapak akan meletakkan jabatan terhormat yang diberikan oleh rakyat Indonesia kepada bapak. Kami, rakyat akan kembali memilihkan seseorang yang layak untuk mengemban amanat dan tanggungjawab sedemikian besar itu. Tidak ada kata yang lebih indah yang dapat saya ucapkan selain "TERIMA KASIH" atas segala yang bapak berikan untuk negara dan bangsa hingga kini.


Bapak presiden,

Saya adalah satu diantara sekian yang selalu mengkritik anda, bahkan mungkin menghujat nama anda dalam beberapa kesempatan. Bukan karena saya merasa lebih pintar ketika menyebut bapak sebagai orang "lebay", bahkan "dungu" pernah saya katakan tentang bapak. Tetapi, itu semua karena tugas kami adalah menilai kinerja bapak terkait isu isu penting tentang ke-Indonesiaan, nasionalisme dan harga diri bangsa. Karena bapak dipilih langsung dan saya hanya bisa menilai dari sisi atau peran saya sebagai individu diantara rakyat.


Kritik dan hujatan yang saya layangkan untuk bapak adalah bentuk kegemasan dan kegelisahan yang saya rasakan demi melihat keadaan nyata disekitar saya. Kritik yang sebenarnya adalah harapan agar bapak lebih memperhatikan, lebih tanggap dan lebih bijaksana. Hujatan yang lebih dikarenakan keputusasaan atas sikap bapak yang ragu, lamban dan bahkan terkesan tidak peduli.


Penghinaan dan pelecehan pada negara oleh negara tetangga melalui pelanggaran teritorial, pekerja TKI yang disiksa, dibunuh, diperkosa, pemindahan patok batas hingga pencurian aset budaya. Semua butuh reaksi cepat, secepat bapak bereaksi kalau menyangkut masalah partai dan pribadi bapak.

Si miskin yang berkurang diatas kertas tapi tidak diatas bumi pertiwi, pertumbuhan ekonomi yang tidak berdampak nyata butuh kejujuran diatas pencitraan. Para menteri yang tidak berguna, kepala daerah yang mengobral hutan penyebab bencana, jalan pintas impor segala macam yang membunuh petani dan nelayan secara perlahan hingga persoalan rumah ibadah. Siapa yang tidak akan gelisah dan frustasi jika bapak selaku presiden, yang punya "kekuatan" berdasarkan Undang Undang, tidak punya sikap yang tegas dan jelas? Kegudahan dan rasa frustasi dapat melahirkan hujatan duhai bapak kami yang terhormat.

Tentu bapak punya alasan dan jawaban atas segala sikap yang ragu dan tidak membela kepentingan bangsa sendiri. Ketidakberpihakan bapak kepada rakyat sendiri, yang selama ini bapak pertontonkan, pastilah ada argumen atas semua itu.


Bahwa bapak dipilih oleh rakyat, bukan segelintir pengusaha, bukan dipilih oleh orang asing mungkin tidak menjadi dasar keberpihakan bapak.

Bahwa dipilih langsung oleh rakyat, tidak serta merta menjadikan bapak percaya diri, teguh dan berani dalam membela rakyat kecil. Rakyat sendiri. Rakyat yang memberi bapak amanat?.


Dikelilingi oleh banyak wakil menteri, staf ahli hingga Dewan Pertimbangan Presiden, tidak memberikan efek kepada rakyat. Alih alih meringankan gerak langkah bapak, sepertinya malah menjauhkan bapak dari rakyat. Menjauhkan bapak dari pemahaman kondisi riil terkait sosial ekonomi rakyat kebanyakan. Menjauhkan bapak dari menyadari dampak yang tidak menguntungkan dari sikap dan kebijakan selaku presiden.


Bapak presiden,

Kini adalah waktu yang tidak banyak yang anda miliki untuk duduk di kursi empuk Istana Rakyat. Dengan waktu yang demikian, banyak hal yang terlantar dan butuh sentuhan tangan bapak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Banyak hal juga yang mungkin ingin bapak lakukan untuk bangsa ini seperti janji janji ketika kampanye pemilu lalu. Janji yang mungkin terucap tapi terlupakan oleh bapak sendiri dan dilupakan juga oleh pemilih bapak.


Saya tidak mencatat janji janji itu secara rinci, oleh karenanya saya tidak akan menuntut selain janji untuk rakyat, demi rakyat, untuk bangsa, demi negara, seperti semua janji janji para politisi agar dipilih. Saya, tidak begitu berharap agar bapak menggenapi janji janji yang tidak mudah itu. Apalagi para menteri kabinet yang bapak bentuk, termasuk bapak sendiri sedang sibuk menghadapi pemilihan umun 2014 ini.

Saya juga mengerti bahwasannya bapak - melalui pengacara keluarga - juga sibuk mengurusi citra bapak dengan somasi kepada beberapa orang. Benar, bapak sibuk mengurusi diri dan keluarga dari hal hal yang tidak dibutuhkan untuk perbaikan negara ini.


Oleh karena itu, demikian singkatnya waktu akan berjalan dan berlalu... bolehkah saya berharap agar bapak fokus mengurusi hal hal yang bermanfaat langsung bagi rakyat saja?.


Contohnya, saat ini adalah saat dimana bencana hampir merata terjadi di Indonesia. Bapak tidtidak harus ikut mengevakuasi atau menyediakan makanan untuk mereka yang menjmenjadi korban atau terdampak. Mereka hanya butuh kehadiran bapak untuk menunjukkan pada dunia bahwa mereka punya pemimpin. Saya berterimakasih pada kunjungan bapak ke Tanah Karo yang terlambat itu. Meski terlambat, selalu lebih baik daripada tidak benar benar terlambat.

Kehadiran bapak tidak harus datang secara fisik mengingat luasnya daerah bencana di negara kita ini. Seperti Manado, Pati, Sumsel termasuk Jabodetabek-Karawang. Kehadiran bapak lebih dibutuhkan dalam bentuk kebijakan tentang nasib para korban pasca bencana. Mereka yang kehilangan segala harta benda, penghasilan, pekerjaan sangat butuh kebijakan yang bisa ditanggulangi sendirian oleh kepala daerah setempat.


Saya yakin bapak tidak sanggup menghentikan penebangan hutan secara liar maupun resmi atas nama pembangunan. Tetapi saya masih sedikit optimis bahwa bapak punya kewenangan yang lebih, untuk mencegah bahkan "mengintervensi" nasib korban bencana dari ancaman kebangkrutan dan kemiskinan akut. Bahkan jika itu harus memangkas dan menerabas birokrasi yang panjang dan berliku, bapak tidak perlu khawatir, karena rakyat yang memilih bapak.


Anggaplah bapak seperti presiden Chile yang memimpin langsung evakuasi petambang yang terjebak itu. Kalau kalau dilapangan butuh "extraordinary emergency decision". Atau kalau bapak ingin blusukan langsung menemui para korban dan memantau perbaikan yang dilakukan para kepala daerah, tidak usah canggung apalagi takut. Soalnya bapak sedang mengunjungi rakyat sehingga tidak perlu pasukan pengaman yang demikian berlebihan. Yang justru menjauhkan bapak dari rakyat jelata, yang rindu pada presidennya.


Saya yakin, apabila seorang pemimpin dengan tulus mendekati rakyatnya untuk sekedar bersalaman dan merasakan penderitaan mereka, bahkan penjahat paling sadis sekalipun tidak akan sanggup mengarahkan senjatanya. Seperti ribuan tentara dan polisi yang mengepung Aung San Suu Kyi didepan rakyat Burma juga tidak sanggup menarik pelatuk senjata mereka. Padahal perintah "bidik" dan "tembak" sudah diumumkan dan diteriakkan para komandan mereka.


Saya tidak berharap bapak mengalami saat yang membahayakan, tapi bahaya yang dihadapi rakyat pasca terkena bencana juga mengerikan. Dan disitulah kami butuh pemimpin, kehadiran seorang presiden baik secara fisik ataupun diwakili kebijakannya. Fokus pada hal ini akan menghilangkan jejak dan ingatan yang tidak bersahabat terkait sepak terjang bapak selama ini. Terutama dikalangan aktivis, nasionalis atau kritikus kebijakan publik lainnya.


Bapak presiden,

Demikianlah surat terbuka ini saya tuliskan dengan panjang lebar, tanpa menawarkan solusi yang memadai. Karena saya yakin para staf ahli yang digaji negara itu akan memberikan solusi yang lebih baik daripada saya. Apalagi yang saya minta hanya fokus pada sebagian kecil masalah bangsa. Jangan sampai terulang masalah korban bencana Mentawai yang hingga kini banyak yang masih terbengkalai dan belum terurus.


Bapak presiden,

Semua ini saya tuliskan demi rasa hormat saya. Karena bagaimanapun nama bapak akan tercatat dalam buku buku sejarah. Dan sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, akan lebih baik jika bapak memaklumi semua permintaan langsung dari rakyat. Jangan jadi presiden yang payah'.

Tolong sampaikan kepada ibu Ani, agar menyadari resiko dipilih oleh rakyat maka jangan heran kalau ada apa apa rakyat sering langsung ingin mengadu ke presiden. Jangan katakan "kepala daerahnya mana?, ibu Jokowi mana? ibu Ahok mana?". Mereka merasa memiliki presiden dan karena merasa memiliki, maka mereka merasa ada tempat mengadu.


Atas segala perhatian dan ( semoga tidak disomasi ) pengertian bapak, saya haturkan Terima Kasih.

Salam Indonesia .... Raya!!!


=Sachsâ„¢=

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun