Mohon tunggu...
Adie Marzuki
Adie Marzuki Mohon Tunggu... lainnya -

jurnalis teknologi & budaya

Selanjutnya

Tutup

Money

Beranjak Dari Status Quo Industri Teknologi

11 November 2015   03:15 Diperbarui: 11 November 2015   04:04 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu pola hidup manusia yang tidak berubah dari sejak jaman batu sampai dengan saat ini adalah kebergantungan pada teknologi. Pada jaman batu 2,5 juta tahun yang lalu, ketika teknologi pertama - berupa batu yang ditajamkan -ditemukan, manusia menggantungkan hidupnya pada alat bantu yang disebut teknologi. Pertumbuhan peradaban berubah sejalan dengan pertumbuhan teknologi. Ketika manusia mampu memanfaatkan api dengan dengan suatu teknologi tungku pada 500,000 tahun yang lalu, peradaban pun berkembang cepat. Dampaknya, rentang waktu antara satu teknologi dengan munculnya invensi teknologi baru semakin pendek.

Temuan-temuan artefak memperlihatkan bahwa teknologi neolitik dengan munculnya teknologi tenun “hanya” berjarak 2000 tahun, dari 8000 SM sampai 6000 SM. Kemudian fase munculnya teknologi secara serentak di berbagai belahan bumi seperti teknologi peternakan, teknologi pertanian yang selisihnya 1000 tahun dengan suatu teknologi yang berperan besar dalam perkembangan peradaban secara pesat, yaitu teknologi roda pada 3000 SM. Selanjutnya secara beruntun teknologi-teknologi yang signifikan dalam perkembangan peradaban muncul susu-menyusul, seperti katrol dan roda gerigi pada 350 SM, baut mur dan semen pada 200 SM, dan seterusnya sampai saat ini, dimana ratusan sampai ribuan invensi teknologi ditemukan setiap harinya.

Sejarah tersebut menggambarkan bahwa kemajuan teknologi yang berkembang sejalan dengan pertambahan jumlah manusia adalah gejala perkembangan peradaban, yang dalam beberapa abad belakangan ini melahirkan satu indikator baru, ekonomi. Pada perjalanannya, ekonomi menjadi indikator yang sedemikian penting. Sedemikian penting, sehingga mengaburkan korelasi manusia – peradaban – teknologi. Ekonomi menjadi subyek, sedangkan manusia dan peradabannya adalah pelengkap penderita. Terlihat dari teori-teori yang beredar luas sampai menjadi kelaziman, yang menyebutkan perekonomian akan berkembang sejalan dengan pertambahan penduduk, akumulasi capital dan kemajuan teknologi.

Profesor Simon Kuznets, peraih Nobel di bidang ilmu ekonomi, pada tahun 1971 mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kuznets menganggap bahwa kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi serta penyesuaian kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya. Definisi ini bersandar pada anggapan bahwa teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi, yang ditentukan dari tingkat pertumbuhan kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan penduduk.

Namun, dalam membangun argumennya, Kuznets juga berpendapat bahwa penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi, sehingga inovasi teknologi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat. Pendapat yang muncul lebih dari empat puluh tahun yang lalu tersebut baru-baru ini kembali disuarakan oleh Gary Shapiro, presiden dan CEO dari Asosiasi Konsumer Electronik Amerika yang mewakili lebih dari dua ribu konsumen perusahaan elektronik. Shapiro mengemukakan bahwa inovasi teknologi yang menjawab kebutuhan efisiensi, memangkas waktu dan meningkatkan kualitas dapat menghilangkan banyak lapangan pekerjaan dan pada akhirnya akan menghancurkan kelas pekerja atau kelas menengah. Termasuk peningkatan standar kualitas yang semakin tidak terkejar oleh ketrampilan pekerja.

Tumbuhnya kekhawatiran akan menyusutnya fungsi-fungsi Sumber Daya Manusia menjadi kontradiksi dengan ide pertumbuhan ekonomi berbasis perkembangan teknologi. Dibalik janji akan hidup yang lebih baik bagi semua kalangan, inovasi teknologi menghilangkan beberapa fungsi pekerjaan, seperti yang pernah dikemukakan Joseph Schumpeter tentang destruksi kreatif. Schumpeter menyampaikan ihwal proses pertumbuhan industrial yang tak putus-putusnya dapat merevolusi struktur ekonomi secara terus-menerus, karena menghancurkan yang lama, seraya tak henti-hentinya menciptakan yang baru.

Dalam perspektif ini, teknologi yang dalam sejarahnya berperan sebagai faktor utama perkembangan peradaban, berubah menjadi ancaman bagi peradaban, terutama bagi sejumlah mayoritas manusia, yaitu kelas menengah. Bagi golongan manusia, yang dalam perspektif ekonomi digolongkan dalam status ekonomi sosial bawah dan menengah, teknologi adalah suatu pelengkap hidup sekaligus ancaman bagi eksistensi sosialnya. Dalam sudut pandang ekonomi, teknologi hanya bermanfaat bagi para penguasanya, tapi kurang memberikan nilai signifikan bagi peningkatan taraf kehidupan manusia (baca: pasar) yang hanya menikmatinya.

Sejak era industri dimulai, teknologi masuk kedalam ruang ekslusif yang dimiliki penguasa ekonomi. Ruang-ruang ini memang memberikan rembesan kebawah, namun tetap memperlebar jarak antara kelas sosial ekonomi atas sebagai penguasa teknologi, dengan sosial ekonomi dibawahnya. Proses teknologi dari diciptakan sampai kemudian dinikmati lapisan terbawah di masyarakat, melewati tahapan yang panjang. Cermati macam-macam produk teknologi dari traktor, mobil, telepon, kulkas, freezer, TV, komputer, internet, dan smartphone yang dulunya merupakan simbol status tingginya kelas ekonomi seseorang, sekarang telah dinikmati oleh hampir segala kalangan.

Inovasi-inovasi tersebut, seperti layaknya peruntukan inovasi teknologi sejak jaman batu, menyelesaikan pekerjaan yang tidak mampu diselesaikan oleh tangan manusia, membuat kita lebih efisien, mempercepat proses, meningkatkan kualitas, memecahkan hambatan geografis, menghubungkan dan menghibur. Inovasi ini juga banyak menciptakan industri-industri baru di bidang manufaktur, distribusi, pemasaran, penjualan, layanan dan pembuatan konten. Perbedaan mendasar dari masa Sebelum Masehi adalah, pada saat ini teknologi bukan hanya solusi bagi kebutuhan manusia, namun juga merupakan perangkat ekonomi. Maka sesuai hukum ekonomi yang menetapkan bahwa nilai tambah harus dicipta terus menerus, ketika invensi telah menjadi inovasi segera muncul kebutuhan akan invensi berikutnya.

Dalam konteks tersebut muncul konsekuensi logis, yaitu inovasi teknologi juga mendongkrak taraf hidup para penguasanya secara drastis, dan melahirkan lebih banyak penghuni kelas sosial menengah kebawah, yang menjadi operator industrinya. Tambahan catatan untuk kondisi tersebut, mata rantai terbesar dari rantai nilai yang terbentang dari hulu ke hilir, telah dikondisikan oleh sistem yang memungkinkan segelintir orang menguasainya. Sehingga menciptakan kondisi status quo dominansi minoritas atas mayoritas.

Hegemoni tersebut merasuk sampai ke pengembangan ilmu pengetahuan, dimana teori-teori tentang pertumbuhan yang berkembang saat ini menyandarkan diri pada analisis ekonomi mengenai pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi, termasuk Sumber Daya Manusia dan tingkat kemajuan teknologi. Lalu bagaimana bisa tercipta harmoni kehidupan? Apakah teknologi dapat dikembalikan ke khitahnya sebagai alat penunjang pemenuhan kebutuhan manusia demi pencapaian kesejahteraan? Atau manusia yang harus terus menerus merubah pola hidupnya akibat perkembangan teknologi yang dilandasi kebutuhan komersial belaka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun