Mohon tunggu...
Adie Marzuki
Adie Marzuki Mohon Tunggu... lainnya -

jurnalis teknologi & budaya

Selanjutnya

Tutup

Money

Klaster Teknopreneur Kunci Lompatan Industri

12 November 2014   07:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13590190902061226310

Pertumbuhan Ekonomi Semu Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini berada dalam pergolakan transformasi yang cepat. Didukung oleh posisinya di kawasan ekonomi paling dinamis, diproyeksikan tren meningkatnya pendapatan warga saat ini akan mendorong 90 juta orang kelas menengah baru yang akan muncul, ke dalam kelas konsumen dunia pada beberapa tahun-tahun kedepan. Selama satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh lebih kuat, lebih stabil, dan lebih beragam, terutama jika terlihat dari luar. Perekonomian Indonesia adalah terbesar ke-16 di dunia, dengan 45 juta anggota dari kelas konsumen, 55 juta pekerja terampil (skilled labour) dan 53% dari populasi di kota-kota besar adalah penghasil 74% PDB. Menurut McKinsey Global Institute, jika mengacu pada tren saat ini, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada tahun 2030. Tetapi, posisi Indonesia yang masih di tahap “efficiency driven”, tertinggal dari Malaysia yang sudah beranjak ke tahap peralihan menuju “innovation driven”, memperlihatkan kualitas pertumbuhan yang belum mampu memperkuat fondasi ekonomi domestik. Sektor yang berbasis padat modal masih menjadi kontributor utama PDB, sementara pertumbuhan sektor manufaktur, industri pengolahan dan sektor primer yang berkaitan langsung dengan rakyat serta berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara merata, justru melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang bersama China menjadi dua negara di dunia yang saat ini masih mampu membukukan pertumbuhan di atas 6%, memang  diakui oleh banyak lembaga-lembaga multilateral, seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia (WB), dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Mereka bahkan memproyeksikan perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh lebih tinggi lagi dengan perpaduan konsumsi yang kuat, inflasi yang rendah, dan investasi yang terus tumbuh tinggi. Di tahun 2012, Indonesia mampu mencatatkan investasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) hingga lebih dari 230 triliun, serta inflasi 3,49%, dimana konsumsi rumah tangga menyumbang 53% dari pertumbuhan ekonomi (belanja pemerintah hanya menyumbang 8,2%). Namun besarnya konsumsi ini menutupi realita akan rendahnya produktivitas industri, yang tampak dari perlambatan ekspor yang terus terjadi. Kondisi ini mengindikasikan kuantitas pertumbuhan yang tinggi, tetapi dari segi kualitas justru terjadi stagnansi, kalau bukan menurun. Aspek lain dari pertumbuhan ekonomi yang semu ini nampak dari indikator gini ratio (rasio ketimpangan pendapatan) yang memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya dinikmati segelintir masyarakat, dan bukan diperoleh dari pembangunan nasional. Pada 2002 gini ratio Indonesia adalah 0,32, sementara pada 2011- 2012 adalah 0,41, dimana 0 (nol) merupakan angka sempurna atau tidak ada ketimpangan sama sekali, sementara 1 (satu) merupakan yang terburuk. Posisi Indonesia Di Dunia Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumerisme domestik secara masif sampai di pelosok negeri, bukan dari model ekonomi produktif yang terencana, akan semakin menegasi peran Indonesia di dunia. Indikasi total ekspor Indonesia yang hanya 35% dari PDB, dan ekspor non-komoditi hanya 11% dari PDB, menampakkan peran Indonesia yang kecil di pasar dunia. Indikasi lainnya seperti kontribusi kota-kota besar berpenduduk diatas 2 juta kepada pertumbuhan PDB yang mencapai 36%, semakin memperlihatkan ketergantungan Indonesia terhadap produk ritel impor. Patron yang memperlihatkan kesenjangan produksi dari konsumsi ini jelas membuktikan kurangnya produktivitas industri, termasuk memperlihatkan kurangnya pertumbuhan jumlah perusahaan berkualitas di dalam industri. Sebagai negara berpenduduk terbesar didunia dibawah Amerika dan diatas Brasil, Indonesia hampir tidak melahirkan atau menumbuhkan perusahaan yang bisa disebut kelas dunia. Belum lahir dari Indonesia perusahaan yang memimpin teknologi seperti Samsung dan LG dari Korea Selatan, atau AU Optronics dan Taiwan Semiconductor, tidak juga selevel Tata Steel, Ranbaxy atau Wipro dari India yang menjulang di industry dunia, apalagi sekelas Huawei dan Lenovo dari Cina yang semakin mendominasi pasar global. Berdasarkan berbagai indikasi tersebut, untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Indonesia harus mengatasi berbagai kendala pada pertumbuhannya, serta konsisten membangun kultur industri yang kondusif dan inovatif. Studi-studi mengenai tumbuhnya industri di negara-negara tersebut memperlihatkan bahwa kunci dari berkembangnya industri didorong oleh inovasi teknologi yang lahir dari kultur dan adaptabilitas terhadap turbulensi perubahan dan kompetisi. Inovasi teknologi yang selain memperbesar kapitalisasi pasar suatu perusahaan, juga mampu menciptakan pasar-pasar baru. Inovasi seperti smartphone, aplikasi informatika, sumber energi nabati atau mobil listrik, bukan hanya menjawab tantangan jaman yang semakin cepat berputar, tapi juga menciptakan demand baru di pasar, bahkan mencipta pasar yang sama sekali baru. Budaya inovatif yang berkembang dalam industri di negara-negara tersebut diatas dapat diilustrasikan dengan tabel Peringkat Kompetitif Negara yang mengacu kepada PDB, berikut ini: Sumber : Teknopreneur Sebuah studi lainnya, memperlihatkan bahwa dari 100 perusahaan multinasional terbesar di negara-negara berkembang (diluar Singapura) hanya berisi lima perusahaan dari seluruh wilayah Asia Tenggara, dan tidak satupun berasal dari Indonesia. Bandingkan dengan 13 perusahaan yang lahir dari Brasil, yang sampai sekitar satu dekade lalu tidak memiliki perusahaan yang benar-benar global. Di Indonesia, dengan lebih dari 115 juta angkatan kerja di 22,7 juta perusahaan (84% mikro, 15% kecil, 1% menengah dan besar – BPS 2011), industri masih berada di tahapan awal menuju kematangan, dimana budaya inovatif belum mengakar di masyarakat. Ceruk Bagi Industri Lokal Kondisi industri di Indonesia pada saat ini adalah di posisi hampir tanpa daya tawar dan hampir tanpa daya kompetitif dalam arus deras globalisasi yang masuk dari segala pintu yang terbuka lebar. Industri Indonesia belum optimal memanfaatkan kondisi geopolitiknya untuk mengambil benefit dari peluang yang tercipta dari pasar yang strategis. Kuantitas impor yang semakin hari semakin meningkat, selain menciptakan ketergantungan yang tinggi terhadap negara lain, juga menghilangkan kemampuan dan potensi produksi nasional. Tersinyalir suatu agenda neoliberalis yang membawa kepentingan asing bermain dibelakang perusahaan-perusahaan dominator, dan membangun hegemoni industri yang semakin menguat. Hegemoni yang dibangun dengan cara merasuk ke alam bawah sadar pasar, dan memaksa pasar secara halus untuk menerima nilai-nilai estetis dari luar, menciptakan kebutuhan baru, merubah prinsip ekonomi, etika dan budaya, melalui cara yang sistematis. Dalam kasus Indonesia, pengaruh hegemoni yang nyata adalah pola pikir industri yang berorientasi profit namun tanpa mengindahkan proses. Padahal salah satu kunci tumbuhnya produktivitas adalah kecintaan terhadap proses. Akibatnya, kondisi pasar di Indonesia saat ini didominasi produk impor, tanpa ada celah yang cukup memadai bagi industri dalam negeri untuk mengambil porsi pasar lokal yang layak, apalagi bersaing di pasar global. Dalam situasi dan kondisi tersebut, untuk bisa mendapatkan posisinya di ekosistem industri, sebuah perusahaan dalam negeri memerlukan lebih dari sekedar pengelolaan yang baik dan skala produksi yang bertumbuh. Perusahaan harus memiliki inovasi yang layak dihargai, atau teknologi terdepan, atau metode bisnis yang efektif serta efisien. Dalam hal ini, Indonesia memerlukan pendekatan khusus untuk dapat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki. Seperti misalnya memperbesar rasio alokasi bagi promosi teknologi dari pendapatan secara keseluruhan, dengan fokus pada pendidikan serta riset yang kontinyu dan konsisten. Hal ini walaupun tidaklah sesederhana mengucapkannya, tapi suatu keniscayaan dalam perencanaan pembangunan industri, walaupun juga membawa konsekuensi dan pengorbanan. Baru kemudian setelah itu industri dapat masuk ke tahap penumbuhan kreatifitas produksi. Yaitu kreatifitas dalam menciptakan nilai tambah komersial secara konsisten dari inovasi teknologi, baik dalam produk maupun proses, sehingga memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif tersebut secara alamiah akan merebut simpati pasar dan memperluas peluang pertumbuhan industri. Dalam kasus Indonesia saat ini, peluang terbesar bagi pertumbuhan industri lokal adalah ketika para Teknopreneur mampu menjadi ujung tombak kemajuan industri. Teknopreneur di Indonesia Karakter teknopreneur yang menumpukan bisnisnya pada penguasaan teknologi dan inovasi, ideal untuk menjadi driver arah perkembangan industri. Dengan karakter tersebut, teknopreneur domestik dapat membuka peluang serta ceruk pasar dengan inovasi teknologi tepat-guna yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri ataupun kebutuhan global. Hanya dengan inovasi teknologi yang tepat guna, keberpihakan pasar dapat direbut. Potensi ini dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan kekayaan sosio-diversifikasi dari masyarakat Indonesia, dan membangun klaster industri berbasis teknopreneur yang spesifik. Klaster industri yang memungkinkan terjadinya pemusatan produksi suatu produk secara kondusif serta memungkinkan dibangunnya kompetensi dalam sektor-sektor bisnis. Klaster ini juga memudahkan koordinasi dalam segala pekerjaan untuk suatu tujuan strategis berskala nasional, dan pada waktunya dapat menjadi pemimpin pertumbuhan ekonomi nasional, dimana klaster-klaster tersebut melengkapi konsep Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang menjadi garis besar arah industri. Ketika kondisi ini tercapai, maka dengan kompetensi yang telah terbangun, pada tahapan selanjutnya teknopreneur dapat membuka peluang di pasar global sebagai pendobrak hegemoni. Saat ini, kajian komprehensif mengenai pengembangan keterampilan dan tantangan industri yang mencakup tiga aspek utama, yaitu struktur pendidikan dan pekerjaan yang ada, pendidikan menengah pasca-sekolah menengah kejuruan atau perguruan tinggi, dan ketersediaan sistem pelatihan-kerja, baik di internal perusahaan maupun dari luar, memperlihatkan kurangnya strategi pembangunan kompetitif pada industri. Sementara kondisi global dimana perekonomian Amerika Serikat dan Eropa yang saat ini tengah mengalami krisis berkepanjangan, menimbulkan kebutuhan bagi perusahaan-perusahaan besar di negara-negara dalam kawasan tersebut untuk meningkatkan akses pasar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam kondisi tersebut, teknopreneur domestik harus memperhitungkan persaingan dengan perusahaan multi nasional di dalam negeri, selain strategi untuk masuk ke pasar global. Mereka harus banyak belajar tentang selera global dan menyesuaikan produk yang dibangun, untuk bisa diterima oleh pasar global. Beberapa potensi Indonesia saat ini umumnya tersebar di berbagai perusahaan multi nasional, baik di dalam negeri ataupun di headquarters perusahaan tersebut di techno park – techno park dunia, sebagai skilled labour. Hanya segelintir dari potensi tersebut yang terjun sebagai teknopreneur dan mengambil peran dalam ekosistem pasar global.  Beberapa dari segelintir tersebut, selain yang di ekspos sebagai Teknopreneur Twenty, adalah pebisnis teknologi yang berorientasi pasar global dan tersebar di penjuru negeri dan manca negara. Apa yang mereka rintis seharusnya dapat dijadikan roadmap pembangunan industri, dengan driver bisnis teknologi dan teknopreneur sebagai ujung tombaknya. Teknopreneur di Pasar Global Selain beberapa perusahaan besar seperti Indofood, Paragon Indonesia, Grup  Salim, Grup Lippo, Asia Pulp and Paper, Ciputra, dan Garuda Food yang telah berhasil mengkapitalisasi pasar internasional, dan produk-produk yang mendunia lainnya seperti Essenza, Excelso, Buccheri, Broco, Casablanca, The Executive, Lea, Polytron, dan Polygon, bisnis teknologi skala kecil - menengah berpeluang sama besarnya untuk mengambil porsi dalam ekosistem industri global. Terjadinya pergeseran tatanan ekonomi dunia pada persaingan bebas, dan kecenderungan dimana siklus produk relatif pendek dan sangat ditentukan oleh selera konsumen, membuka akses yang cukup terhadap pasar bagi pebisnis dengan kemampuan inovasi produk. Catatan disini adalah pebisnis harus mengejar ketertinggalan produktivitas, meningkatkan efisiensi dan membudayakan inovasi. Dengan budaya inovasi di setiap bagian rantai produksi dan diterapkan di setiap lini industri, sekat-sekat yang memperlihatkan ketimpangan struktur usaha dan kesenjangan usaha besar dengan usaha kecil dan menengah dapat dihilangkan. Bagi teknopreneur yang progresif, banyak strategi yang dapat mensiasati batasan-batasan global. Seperti misalnya perjanjian lisensi yang memungkinkan perusahaan asing membeli hak untuk memproduksi dan menjual produk, dengan sistem royalti dari hasil produk yang diproduksi dan terjual. Bagi produk yang belum mendapatkan market yang cukup, maka sistem kemitraan dapat menjadi alternatif. Yang utama disini adalah orientasi pembangunan ekonomi negara secara makro, dimana kualitas pertumbuhan ekonomi tersebut diperoleh dari penguatan industri yang dipimpin oleh sektor teknologi. Ketika pola pikir ini mengkristal menjadi suatu konsep pembangunan, maka kondisi industri yang kondusif dapat tercipta. Beberapa dari teknopreneur-teknopreneur dengan visi yang kuat telah menunjukkan peta jalan yang dapat ditempuh. Teknopreneur seperti Marvell, Gulfware, Criticube, yang berasal dari Indonesia namun berbasis di luar negeri dan teknopreneur seperti Pesona Edu, Zahir Accounting, atau Skybe yang berbasis di dalam negeri namun mampu mengakses pasar internasional, adalah pionir-pionir industri yang jejaknya minimal harus dicermati, dipelajari, kalau tidak dibakukan menjadi strategi pengembangan industri nasional. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berpondasi kokoh dapat dikondisikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun