Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Buruh - Pacarnya Hades 🖤

Homo Sapiens yang brojol enam dekade silam, dengan kondisi prematur. Berbobot fisik kurang dari satu kilogram. Tinggal di koordinat bumi 104°8' - 108°41' BT dan 5°50' - 7°50' LS. Setelah menghabiskan ribuan kaleng susu formula, ia tumbuh dewasa seperti kebanyakan pria umumnya yang suka memanjat pohon toge dan bolos sekolah. Selepas usia 20-an, Ia mengklasifikasikan dirinya sebagai manusia hermafrodit secara metaforis— tergantung siapa yang mencintainya. Binatang rasional ini hobi menyesatkan diri bersama pikiran-pikiran liar nan berbahaya. Ia jelajahi ruang makrokosmos hanya demi mencari sebuah tanda tanya, Memiliki itu Apa? Kesibukan sekarang menjadi pecandu senja, penikmat pisang goreng, dan sesekali menyapa Tuhan jika sedang ingin. Ia dapat dikontak lewat surel pecandusenja[at]duniatipu.com. Atas penghayatan demi penghayatan pengunjung diucapkannya terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sifat Bosan Tuhan

18 Desember 2024   06:43 Diperbarui: 18 Desember 2024   06:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puisi Sifat Bosan Tuhan dibuat dengan bantuan AI DALL-E.

Tuhan duduk di atas kursi antik
menatap dogmalala jam pasir
yang tak mau berhenti
waktu bukan sekedar aliran
tapi punchline yang kehilangan gurauan

ia mencoba meramu ketiadaan
demi sesuatu yang baru
menyusun bintang, merangkai galaksi
tapi semuanya terasa sama
putaran kosmik berulang
seperti melodi yang lupa kapan
harus berakhir

malaikat datang membawa teka-teki,
jawabannya mudah ditebak:
seperti buku tanpa akhir,
tanpa halaman yang hilang

Tuhan terkadang menangis
membuat tsunami kecil di sudut dunia
mungkin bencana adalah upaya mengisi
kekosongan, tapi tak pernah cukup---
semua selalu kembali tenang
seperti danau tanpa riak
langit tanpa putih

langit diserang doa-doa monoton
semesta memancarkan gelombang ultrasonik
riuh yang Tuhan tak lagi pedulikan,
seperti puisi lumpuh,
yang kehabisan kata-kata

Tuhan marah sekaligus tersenyum,
tapi senyumnya melebar seperti
retakan
apakah mereka tahu?

**

M Sanantara
Bgr, 18122024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun