pada arah yang kau tuju
tersangkut maut
di setiap helaian angin
peluru menyasar jantung, hati
yang bersembunyi
bolonglah satu sisi diriku
kepada kesedihan yang tumbuh
bagai payung di kedua matamu
memanggil hujan hingga luruh
sepanjang malam, aku panaskan
beku lingkaran tahun mengular
iringi luka genetik kian menjalar
persembahkanlah organ suci bagi
inti hidup berperang menyambut
sesaat (ah)
aku teringat hari-hari merawatmu,
sepasang anak duka mengintip
perempuan dalam dirimu
katanya, "tunggu, ibu hujan akan
membawa kekasih hujan"---
kekasih yang jatuh cinta pada
perempuan yang mudah menangis
kau tumbuh, melesat
menembus dewasa, perempuan
yang di mata senjanya tumbuh
akar pohon teduh
dewa katak merayakan keriangan
anak-anak hujan bernyanyi
ibu hujan membuka seluruh jendelanya
duduk menunggu di balik tirai air
menanti deras mengakhiri
esoknya, mayat-mayat hujan
tergeletak di mana-mana
satu di antaranya masih hidup,
memberiku kabar:
"sebelum pagi buta, perempuan
dengan akar teduh di matanya
sedang menari berteman runcing hujan---
sampai bangkai-bangkai itu
kembali jadi air yang menggenang."
**
M Sanantara
Bgr, 10122024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H