Pasal 34 ayat 1 undang-undang kita menyebutkan “ fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara “. Ini harusnya menjadi dasar pemerintah memperhatikan kondisi sosial ekonomi rakyatnya, dan juga menjadi jaminan atas masadepan tunas bangsa. Namun sepertinya kalimat “ fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara “ seakan menegaskan jika Negara memelihara kefakiran, kemiskinan dan keterlantaran anak-anak itu agar tetap selalu seperti itu, tetap fakir, miskin dan terlantar !.
Kita bisa lihat dari kebijakan –kebijakan yang diambil untuk persoalan kemiskinan, seperti BLT contohnya. Saya rasa rakyat butuh pekerjaan tetap, tapi pemerintah lebih memilih memberi bantuan langsung tunai, daripada memberi lapangan pekerjaan, katanya pemerintah kasihan sama lansia yang tidak bisa lagi bekerja, menanggapi itu, mungkin pemerintah perlu mendapat sosialisasi tentang fungsi panti jompo, menurut saya.
Anak-anak butuh pendidikan, tapi masuk lembaga pendidikan Negeri susahnya minta ampun, padahal mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan Negara yang diamanatkan pada pembukaan UUD 1945. Kita bisa perhatikan fenomena dimana lembaga pendidikan negeri menyeleksi calon-calon pelajar, dan pelajar yang tidak lulus seleksi terpaksa mengenyam pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan swasta. fenomena ini jika di pikir-pikir, kan terbalik.
Dalam pidato kenegaraan pak presiden, katanya kemiskinan menurun setiap tahun. Saya jadi bertanya-tanya, Ini menurun karna si miskin jadi kaya? Atau karna si miskin mati? Atau yang di maksud menurun ini, kemiskinan menurun ke anak-cucu? Entahlah.
Tak kaget jika sekolah mahal. Gedung-gedung sekolah yang rubuh seolah telah mengisyaratkan pada kita, jika dana pendidikan sebesar 20% dari APBN tak sampai.
Namun ini tak semata salah pemerintah, bagaimanapun rakyat yang memilih “rezim” pemimpinnya. Rakyat harusnya tak termakan akting politisi yang pandai merayu dan mengelus hati rakyat bagai malaikat. Rakyat harus pandai “meneropong”, melihat jauh kemungkinan yang akan terjadi. karena tahun 2014 adalah tahun politik, hari-hari kedepan mungkin akan penuh intrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H