Apakah sedikit atau banyak, kita tentu pernah berhutang. Benda yang dihutangi pun bermacam-macam bentuknya. Bisa berupa uang, emas, dan harta benda lainnya. Persyaratannya pun beragam, bergantung seberapa banyak dan kepada siapa kita berhutang. Singkatnya berhutang kini sudah menjadi bagian dalam hidup.
Walaupun demikian, berhutang ternyata dapat menimbulkan persoalan. Persoalan tersebut tentunya muncul lantaran kita tidak terampil mengelola hutang. Saya sudah sering mendengar kasus keluarga yang mengalami kebangkrutan karena tidak bisa mengendalikan kebiasaan berutang. Hanya karena ingin menuruti gaya hidup mewah, keluarga tersebut berhutang, dan hutang tersebut ujung-ujungnya menyeret mereka ke pusaran hutang hingga menyebabkan kebangkrutan. Anda tentu pernah mendengar cerita serupa, atau bahkan lebih parah.
Hal itu menunjukkan bahwa anggota keluarga tersebut kurang terampil mengelola hutang. Mereka hanya menuruti nafsu sesaat, yaitu menjalani gaya hidup mewah, sehingga mengabaikan kemapanan keuangan pada masa depan. Jadi, sebelum hutang menjerat hidup kita, kita harus belajar keterampilan mengelola utang.
Namun, sebelum kita belajar keterampilan tersebut, terlebih dahulu kita harus mengetahui jenis-jenis hutang, karena tidak semua hutang mempunyai konotasi yang negatif. Sebagaimana kita ketahui, hutang terbagi atas dua jenis, yaitu hutang produktifdanhutang konsumtif.
Hutang produktif, seperti namanya, memang bertujuan menghasilkan pemasukan bagi arus kas Anda. Sebagai contoh, Anda mempunyai sebuah toko kue cubit. Bisnis tersebut sudah berjalan dua tahun, dan ternyata menghasilkan keuntungan. Anda ingin mengembangkan bisnis tersebut, seperti menambah toko atau merekrut sumber daya manusia yang potensial.
Itu tentunya membutuhkan modal. Nah, untuk mendapatkan modal, Anda dapat berhutang ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Hutang yang Anda ambil tersebut termasuk hutang produktif karena bertujuan menghasilkan keuntungan.
Kemudian hutang jenis yang kedua adalah hutang konsumtif. Hutang itulah yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hutang itulah yang sudah menjerat keluarga yang sudah saya ceritakan tadi ke dalam pusaran hutang berkepanjangan.
Hutang konsumtif diambil hanya untuk memuaskan hawa nafsu kita terhadap gaya hidup yang serba mewah. Sewaktu melihat kawannya memiliki tas baru, seseorang bisa saja berhutang hanya untuk membeli tas yang sekualitas atau bahkan berada di atasnya.
Hal yang sama pun berlaku untuk pembelian handphone, sepatu, pakaian, mobil, dan rumah. Perhatikanlah gaya hidup sosialita yang sering kongkow-kongkow di mall atau restoran mewah lainnya. Mereka rata-rata menunjukkan gaya hidup berkelas. Mereka senang menampilkan barang-barang terbaru, seperti pakaian dan mobil. Padahal, belum tentu barang-barang tersebut diperoleh lewat bisnis atau pekerjaan yang sukses. Mungkin saja sebagian barang-barang tersebut berasal dari hutang.
Saya tidak melarang orang hidup dalam bermewah-mewah. Silakan Anda menjalani hidup yang serba wah, asalkan sesuai kemampuan finansial Anda. Jangan sampai Anda terlalu memaksakan diri tampil mewah, padahal semua barang itu didapat dari berhutang.
Pada awalnya Anda merasa senang karena merasa sudah naik kelas. Namun, kesenangan tersebut hanya bertahan sementara. Anda akan merasakan kesulitan kalau Anda kurang terampil mengendalikan diri Anda. Hutang yang awalnya hanya sedikit kemudian menjadi menggunung. Kalau Anda tidak menemukan solusi atas persoalan itu, Anda akan sulit mengatasinya; hidup Anda akan tersandera oleh hutang.