Saya menghadiri acara Malam Kembang mendiang tantenya teman saya pada Jumat malam di sebuah rumah duka di Bekasi. Saya datang sekitar pukul delapan. Rupanya pembacaan doa sudah dimulai. Jadi, sambil menunggu pembacaan doa selesai dilakukan, saya duduk mengobrol bersama teman-teman lainnya di pelataran rumah duka.
“Rumah dukanya cukup ramai ya?” kata saya kepada teman-teman. Memang pada malam itu tiga dari lima kamar di rumah duka itu telah diisi. Tamu-tamu yang hadir pun cukup banyak, sekitar tujuh puluh orang. Mayoritas berpakain serba hitam. Sama seperti kami, mereka pun duduk menunggu di pelataran kamar duka masing-masing.
Dua puluh menit kemudian teman saya yang tantenya meninggal itu keluar dari kamar duka. Pembacaan doa sudah usai. Saya bangkit dari tempat duduk, lalu menyalaminya. “Turut berdukacita ya,” kata saya sambil menjabat tangannya. “Terima kasih,” jawabnya.
Ia kemudian mengambilkan saya sekotak nasi uduk. Sambil menyantap makanan itu, kami duduk bersebelahan di kursi dan mengobrol ringan. “Meninggalnya karena sakit ya?” Tanya saya perihal kematian tantenya.
Teman saya menjawab, “Iya, kena kanker payudara.”
Berdasarkan ceritanya, tantenya sudah mengidap kanker itu selama dua tahun. Pengobatan pun telah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit itu, termasuk menjalani kemoterapi. “Sewaktu menjalani kemo, makanan yang dimakan dimuntahkan lagi,” katanya dengan suara lirih.
Tantenya menjalani proses kemoterapi dua kali. Namun, itu tidak kunjung menyembuhkan kanker tersebut. Akhirnya, teman saya dan keluarganya harus mengikhlaskan kepergian tantenya.
Malam Kembang
Walaupun datang agak terlambat, saya mengamati bahwa acara Malam Kembang untuk mendiang tantenya teman saya berlangsung dengan hikmat. Beberapa umat wihara dan seluruh anggota keluarga memanjatkan doa bersama-sama demi kedamaian mendiang. Sambil duduk-duduk, saya mendengar suara alunan doa yang syahdu.
Dalam tradisi Tionghoa, acara Malam Kembang seperti itu sering juga disebut mi song atau mai song. Malam Kembang adalah malam terakhir sebelum mendiang disemayamkan atau dikremasi.
Malam Kembang dapat dilangsungkan dalam waktu yang singkat atau lama, bergantung pada status mendiang. Mendiang yang belum berkeluarga biasanya menjalani upacara Malam Kembang sehari semalam. Sementara itu, bagi yang sudah berkeluarga, Malam Kembang minimal dilakukan selama dua hari sampai seminggu.