“Apakah kamu termasuk orang yang rajin menabung atau susah menabung?” Saya mengajukan pertanyaan itu kepada beberapa teman di kontak Line saya. Saya memang tengah melakukan sebuah riset kecil-kecilan soal budaya menabung di kalangan pekerja muda. Saya selalu merasa ingin tahu apakah mereka termasuk orang yang rajin menyisihkan sebagian pendapatan atau malah getol menghabiskannya.
Mayoritas memang menjawab rajin menabung. Biarpun demikian, masih ada juga teman saya yang mengeluh sulitnya menabung. Ia mengaku sukar menahan godaan untuk membelanjakan uangnya. Sebagai contoh, K, 24 tahun, menulis susah menyisihkan uang yang diperolehnya lantaran mudah “terpincut” membeli keperluan pribadi dan sekadar jalan-jalan.
Namun demikian, berdasarkan pengalaman saya, kalau menggunakan pola tersebut, kita jarang sekali memiliki sisa uang untuk ditabung. Uang yang sudah diperoleh biasanya sudah habis dipakai. Untuk bulan-bulan tertentu, kita bahkan harus berutang untuk menutupi keperluan mendadak yang muncul. Oleh sebab itu, kalau terbiasa menggunakan pola itu, janganlah heran kalau kita terkena efek “12 Pas”: Pas tanggal 12, uang gajian sudah ludes digunakan untuk sejumlah kepentingan.
Pada pola yang kedua, kita memprioritaskan tabungan terlebih dahulu, baru membelanjakan sisanya. Teman saya, A, 22 tahun, menerapkan pola itu dalam menabung. Menurutnya, begitu memperoleh penghasilan, ia langsung membagi uang untuk ditabung terlebih dahulu, dan kemudian tabungan yang sudah ada jangan “disentuh” sedikit pun. Teman-teman yang lain pun menjawab demikian.
Bagi pekerja muda seperti teman-teman saya, peningkatan tabungan tidak hanya menjadi dasar untuk membangun kemapanan finansial, tetapi juga menjadi prasyarat untuk menyukseskan bonus demografi. Sejak beberapa tahun silam, pemerintah memang sudah mengumumkan kalau Indonesia tengah menikmati bonus demografi dari tahun 2012-2035. Bonus demografi adalah sebuah situasi ketika struktur penduduk didominasi oleh orang-orang yang berusia produktif. Situasi itu sebetulnya merupakan buah kesuksesan program KB yang dilaksanakan oleh BKKBN beberapa dekade lalu. Berkat program tersebut, mayoritas penduduk berusia 15-64 tahun kini banyak menguasai struktur kependudukan.
Namun demikian, tidak semua negara mampu memanfaatkan bonus demografi secara maksimal. Beberapa negara, seperti Brazil dan Afrika Selatan, malah melewatkan “kesempatan emas” itu begitu saja lantaran ketidaksiapan pemerintah, kesehatan masyarakat yang buruk, dan diskriminasi sosial di masyarakat. Akibatnya, laju perekonomian kedua negara itu berjalan lambat, bahkan berada di bawah ekspetasi, selama periode bonus demografi.
Untuk memaksimalkan bonus demografi, terdapat lima prasyarat yang harus dipenuhi, yaitu (1) meningkatkan sumber daya manusia lewat pendidikan dan pelayanan kesehatan, (2) menyediakan lapangan kerja yang berkualitas, (3) menggiatkan program KB, (4) memberi kesempatan kepada perempuan untuk memasuki angkatan kerja, dan (5) meningkatkan tabungan. Kalau semua prasyarat tersebut dipenuhi, Indonesia dapat menikmati bonus demografi demi kesejahteraan negara.