Sebagai wujud tanggung jawab terhadap konsumennya, Samsung memutuskan berhenti memproduksi Galaxy Note 7 sejak tanggal 11 Oktober 2016. Langkah berani itu diambil setelah adanya masalah pada baterai. Ada laporan bahwa smartphone itu mudah mengalami “overheating” alias panas berlebih. Bahkan, saking panasnya, ponsel itu dilaporkan sampai terbakar sewaktu di-charge. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi insiden serupa, Samsung menarik semua Note 7 di pasaran dan memberi konsumennya kompensasi.
Kasus serupa sebetulnya pernah pula dialami oleh Nokia pada tahun 2009. Hanya bedanya, komponen yang bermasalah bukannya smartphone, melainkan chargernya. Biarpun waktu itu belum ada laporan charger terbakar, Nokia tetap menyampaikan niatnya untuk menarik model charger tipe AC-3E dan AC-3U, yang diproduksi antara 15 Juni 2009 dan 9 Agustus 2009, dan model AC-4U yang dimanufaktur antara 13 April 2009 dan 25 Oktober 2009. Lewat kajiannya, kedua model itu ternyata berpotensi menimbulkan kejutan listrik, yang tentunya membahayakan konsumen.
Biarpun harus mengalami kerugian jutaan dollar, kedua produsen itu bersedia melakukan apapun demi menjaga kepercayaan konsumen. Dalam dunia bisnis, kepercayaan konsumen tampaknya lebih penting daripada nilai dollar yang harus digelontorkan untuk menanggung kerugian.
Berbicara soal kepercayaan, saya jadi teringat oleh pengalaman kawan saya. Suatu hari, kawan saya ingin membeli kipas angin. Ia memutuskan mengunjungi sebuah toko elektronik yang terletak di dekat rumahnya. Setelah melihat sejumlah model kipas angin yang dipajang di toko itu, ia pun memilih satu, yang dianggapnya bagus dan pas ditempatkan di sudut ruangan.
Namun, baru seminggu dipakai, kipas angin itu mengalami kerusakan. Kawan saya kembali ke toko itu untuk menanyakan soal kerusakan dan berniat mengajukan garansi. Akan tetapi, pemilik toko menolak mengurus garansi kipas angin itu. Ia malah menyuruh kawan saya untuk datang langsung ke distributor atau pabrik.
Alih-alih terus mengeluh di depan pemilik toko, yang wajahnya sudah menunjukkan kilasan amarah, kawan saya memutuskan pergi sambil membawa kipas angin itu. Sejak saat itu, toko elektronik itu masuk ke dalam “blacklist”-nya sebagai salah satu toko yang enggan dikunjunginya lain waktu.
Dari situ sudah terlihat kalau kepercayaan itu sangat mahal harganya. Andaikan si pemilik toko bersedia mengurus garansi, tentu ia akan memenangkan kepercayaan kawan saya. Dengan demikian, lain waktu, kalau ingin membeli barang elektronik lainnya, besar kemungkinan kawan saya akan mampir lagi ke toko itu lantaran pemiliknya termasuk orang yang dapat dipercaya.
Bagi saya, membangun kepercayaan itu ibarat membangun istana pasir: susah sekali mendirikan, tetapi sangat gampang meruntuhkannya. Oleh sebab itu, kalau sudah mendapat kepercayaan, seyogyanya kita menjaganya dengan sebaik-baiknya.
Salam.
Referensi:
“Ditarik Selamanya, Galaxy Note 7 Tak Sempat Dipajang di Indonesia”, www.kompas.com, diakses pada tanggal 12 oktober 2016