Pertengkaran hebat antara seorang motivator top Indonesia dan mantan istrinya menjadi santapan media massa beberapa minggu ini. Setelah kedua pihak sempat “perang” argumen, pertengkaran itu tampaknya tak bisa lagi diselesaikan secara kekeluargaan, tetapi harus lewat jalur hukum.
Lantaran sedemikian besarnya ledakan kemarahan, sang mantan istri bahkan sampai melayangkan somasi kepada sang motivator agar mencabut pernyataannya pada sesi wawancara, yang disiarkan salah satu stasiun televisi beberapa minggu lalu. Penyataan itu dianggap fitnah, yang mencemarkan nama baiknya.
Yang unik dalam isi somasi itu adalah adanya sebutan "evil lady". Sebutan itu menjadi salah satu keberatan sang mantan istri terhadap perkataan sang motivator.
Sebutan "evil lady" adalah sebuah kritikan tajam terhadap pribadi seseorang. Kritikan itu muncul lantaran seseorang mungkin saja sudah merasa sangat “sebal” atau bahkan “muak” dengan tingkah laku orang lain, sehingga ia memberikan julukan tertentu kepada orang tersebut.
Berbeda dengan saran, kritikan tajam seperti itu lebih bersifat destruktif. Bahkan, dalam pernikahan, kritikan itu menjadi lampu kuning yang menandai adanya keretakan sebuah hubungan. Dalam buku Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman mengatakan, “Isyarat-bahaya awal suatu pernikahan berada dalam titik kritis adalah kritik tajam.”
Tak hanya membikin suasana rumah menjadi kurang nyaman, kritikan itu bisa menumbuhkan bibit-bibit kebencian. Apabila kritikan itu terus saja dilakukan, akan terjadi pertengkaran, yang dapat menggoyang keutuhan rumah tangga.
Semua itu terjadi lantaran kita terbiasa menyampaikan kritik yang "menyerang" pribadi seseorang, bukan perbuatannya. Sebagai ilustrasi, Dimas dan Selly sudah menikah selama dua tahun.
Suatu hari, Dimas berjanji akan mengajak Selly pergi berlibur ke luar negeri. Namun, seiring berjalannya waktu, janji itu gagal diwujudkan karena Dimas beralasan sulit mendapat cuti kerja.
Dimas pun membikin janji baru bahwa tahun depan mereka akan berlibur di tempat lain yang lebih “wah”. Namun, lagi-lagi rencana itu batal karena suatu sebab.
Hal itu terus berlangsung beberapa tahun berikutnya. Akibatnya, sewaktu Dimas membuat janji yang lain, dengan suara sewot, Selly berkata, “Sudah ngga usah janji-janji segala! Dasar php (pemberi harapan palsu)!”
Dimas merasa tersinggung. Ia membalas kritikan itu dengan berujar, “Apa maksud kamu? Aku kan sudah berusaha. Dasar bawel!”