Sewaktu akan mengetik artikel itu, tiba-tiba saja tangan saya menjadi agak "berat". Maklum saja, topik yang akan diulas kali ini bersifat "sensitif". Namun demikian, akhirnya saya menulisnya juga lantaran barangkali saja ada manfaat yang bisa diperoleh.
Tulisan ini "berangkat" dari sebuah berita yang saya simak beberapa hari yang lalu. Berita itu menyebutkan bahwa Universitas Surya sedang mengalami masalah keuangan.
Seperti dikutip dari laman tempo.co, semua masalah itu berawal ketika manajemen kampus menerapkan sistem student loan dalam pembiayaan kuliah. Sistem demikian sebetulnya sudah diterapkan sejumlah kampus di Eropa dan Amerika Serikat, sehingga manajemen Universitas Surya kemudian tertarik mengadopsinya di Indonesia.
Sistem tersebut bertujuan membantu siswa yang ingin melanjutkan kuliah, tapi "terbentur" ongkos kuliah yang mahal. Jika memanfaatkan sistem tersebut, siswa dibolehkan meminjam sejumlah uang ke bank tertentu untuk membiayai kuliahnya, dan setelah lulus, barulah dia membayar cicilannya.
Dengan demikian, orangtua siswa tersebut tak perlu pusing memikirkan dana ini-itu, yang umumnya banyak ditarik dari sejumlah kegiatan kampus. Selain itu, siswa menjadi lebih fokus belajar tanpa harus bekerja paruh waktu untuk membayar tagihan pendidikannya.
Nanti, begitu mendapat pekerjaan, siswa tersebut bisa melunasi kredit tersebut secara bertahap. Sederhana? Belum tentu. Biarpun menawarkan kemudahan bagi orangtua dan siswa yang bersangkutan, sistem tersebut bukannya tanpa risiko. Telah banyak terjadi kasus "kredit macet" lantaran setelah lulus, siswa tersebut sulit mendapat pekerjaan.
Walaupun "sudah" mengantongi ijazah dari kampus terkenal, belum tentu siswa tersebut langsung memperoleh pekerjaan dengan gaji besar. Selembar ijazah ternyata bukanlah "jaminan masa depan" yang pasti. Makanya, mereka harus tetap bersaing dengan ratusan atau bahkan ribuan fresh graduate lainnya agar bisa bekerja sesuai dengan keinginannya.
Namun demikian, apabila terus gagal mendapat pekerjaan, mereka tetap harus menanggung utang kuliah. Apalagi bunga utangnya terus "membengkak". Duh! Bisa dibayangkan apa jadinya kalau kita menjadi penganggur dengan setumpuk utang yang harus dibayar plus bunga yang "menggurita". Pastinya kita akan depresi!
Kembali ke topik. Hal itulah yang kemudian "menjerat" manajemen Universitas Surya. Lantaran membiayai operasional kampus, seperti membayar gaji karyawan dan fasilitas gedung, dengan menggunakan dana dari student loan, manajemen akhirnya harus menanggung utang sebesar 16 miliyar kepada Bank Mandiri.
Hal itu diperparah dengan timbulnya kredit macet lantaran ada orangtua mahasiswa yang sulit membayar cicilan pendidikan. Akhirnya, hal itu "menyeret" orangtua lainnya, sehingga berdampak secara keseluruhan. Akibatnya, sejumlah orangtua dan dosen mulai meninggalkan kampus yang dibesarkan oleh Yohanes Surya tersebut.
Andaikan Huruf "t" pada Kata Utang "Ditendang"