Karena ada banyak yang bertanya tentang pengalaman saya saat ber-Dhammayatra ke India beberapa waktu lalu maka saya katakan bahwa perjalanan tersebut amat sangat berkesan di hati saya.
Ada banyak hal-hal baik yang terjadi, yang melebihi ekspektasi saya. Alhasil, saya kira, perjalanan itu amat layak dikenang karena saya tak akan lagi memperoleh pengalaman yang sama meski saya mungkin pergi lagi beberapa tahun berikutnya.
Meski begitu, saya nggak akan membagikan pengalaman itu di dalam artikel ini. Saya kira, menceritakan perjalanan selama 13 hari di dalam satu artikel rasanya tidak akan cukup. Mungkin di lain kesempatan saya akan berbagi cerita tersebut.
Yang mau saya bagikan di artikel ini adalah soal biaya perjalanan selama ke sana dan cara untuk memperolehnya. Saya rasa topik ini nggak kalah penting ketimbang cerita perjalanan itu sendiri.
Saya pikir, agak percuma kalau saya bercerita panjang lebar tentang India dan semua keunikannya, tapi kamu hanya bisa membayangkannya saja. Lebih baik saya beritahu kamu caranya pergi ke sana sehingga kamu bisa mengalaminya sendiri.
Saya ikut Dhammayatra bersama rombongan dari Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Pada tahun ini, biaya Dhammayatra yang dikenakan sebesar USD 2220 (setara Rp 35 juta). Biaya itu sudah mencakup tiket pesawat Singapore Airlines, visa, hotel, tiket masuk tempat wisata, dan sebagainya.
Biaya tadi bisa dicicil. Namun, di awal kamu harus deposit USD 1000 terlebih dulu untuk keperluan pemesanan tiket pesawat dan sebagainya. Sisanya bisa kamu bayar bertahap.
Saat melihat pengumuman Dhammayatra, sebetulnya saya bisa bayar lunas pada waktu itu juga. Kebetulan saya sedang pegang cash lebih dari cukup. Namun, saya malah memilih membayarnya dengan cara mencicil.
Pertimbangannya sederhana. Saya melihat bahwa kurs Dollar masih mungkin turun dalam beberapa bulan ke depan. Pada bulan Februari saat saya deposit, kurs Dollar menyentuh Rp 15.700-an. Jika The FED jadi menurunkan sukubunga pada Bulan Mei, maka kurs Dollar bisa turun di bawah Rp 15.000. Hal itu tentunya bakal membikin biaya perjalanan saya jadi lebih murah.
Pertimbangan lainnya ialah meminimalkan risiko. Saya berangkat pada bulan Oktober, sementara saya diharuskan sudah deposit sejak Februari. Artinya ada jeda lebih dari 6 bulan. Hal itu tentu saja cukup berisiko. Sangat mungkin saya gagal berangkat karena terjadi hal-hal yang berada di luar kendali saya. Jadi, ketimbang uang hangus, mending saya bayar setahap demi setahap.
Meskipun terkesan lebih aman, namun nyatanya cara itu malah membikin biaya yang harus saya bayar jadi sedikit lebih mahal. Sebab, prediksi saya bahwa kurs Dollar bakal turun di bulan Mei ternyata meleset. Bukannya turun, kurs Dollar malah "lari" hingga menyentuh Rp 16.400!