Saat awal merintis usaha kelontong pada tahun 2021 kemarin, orang-orang yang datang ke toko saya kerap merasa heran. Maklum, toko saya memang "sedikit" berbeda dengan toko lainnya, terutama dalam hal penggunaan teknologi digital.
Jika toko lain biasanya masih melakukan pencatatan transaksi dengan tulisan tangan di atas nota, maka saya sudah memakai mesin kasir portabel. Mesin kasir tadi tak cuma berfungsi membantu pembukuan toko saya, tapi juga memproses pembayaran secara digital, baik melalui transfer maupun scan Qris.
Hal itu dilakukan bukan untuk "gaya-gaya-an", melainkan sebuah kebutuhan. Saya kira, sekarang sudah bukan zamannya lagi, pengusaha toko kelontong mengingat semua barang dagangan beserta harganya, dan mencatat setiap transaksi secara manual.
Hal serupa bisa juga dijumpai di tempat lain. Saya ingat, seorang langganan toko saya yang punya warung kecil di dalam sebuah perumahan.
Jika dilihat dari lokasinya, warungnya sebetulnya kurang strategis. Jalan di depan warungnya hanya bisa dilalui kendaraan kecil, dan karena posisinya di komplek perumahan, maka pangsa pasarnya juga terbatas, hanya orang-orang yang tinggal di komplek itu saja.
Beda ceritanya kalau warungnya berada di pinggir jalan raya yang bisa dilewati kendaraan secara dua arah. Pasti peluangnya untuk meningkatkan pendapatan bakal terbuka lebar.
Meski begitu, ternyata ia mampu mengelola usahanya dengan baik. Untuk memperluaskan pangsa pasarnya, ia menggunakan teknologi digital. Ia memanfaatkan beberapa platform ecommerce, sehingga barang yang dijualnya bisa menjangkau banyak orang.
Saat saya datang mengirim barang, cukup sering saya melihat driver ojol wara-wiri untuk mengambil paket dari warungnya. Sebuah tanda bahwa digitalisasi memberikan keberkahan bagi siapapun yang tahu dan mau memakainya.
Menggunakan teknologi digital tersebut nyatanya juga menawarkan sebuah kesempatan bagi toko atau warung kelontong untuk naik kelas. Hal ini tentunya menjadi kesempatan yang baik untuk "mendongkrak" perekonomian Indonesia, mengingat jumlah UMKM di tanah air terbilang sangat besar.
Data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia menunjukkan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 60,5% dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
Meski begitu, baru sedikit sekali pelaku UMKM yang sudah "go digital". Menurut Kementerian Koperasi dan UMKM, dari 64,2 juta UMKM di Indonesia, baru 8 juta yang sudah memaksimalkan teknologi digital. Sementara, sisanya masih "berproses" dan ini tentunya jadi tantangan tersendiri.
Tantangan lainnya ialah soal literasi keuangan. Harus diakui, ada begitu banyak pelaku UMKM yang tingkat literasi keuangannya masih rendah.
Hal ini sejalan pemaparan yang disampaikan  Leonard Theosabrata, selaku Direktur Utama SMESCO Indonesia.
Dalam acara Flash Blogging Infomo Kompasianival 2022, Leo menyebutkan bahwa bagi pelaku UMKM, literasi keuangan itu sesungguhnya sangat penting. Sebab, tanpa adanya literasi keuangan yang baik, maka para pelaku UMKM akan sulit menyusun laporan keuangan yang kredibel, sehingga susah mendapat dukungan keuangan dari bank.
Makanya, sebagai langkah awal untuk mendongkrak bisnis UMKM, Leo menyarankan, "Langkah pertama, educate your self."
Selain itu, Uki Utama, selaku Infomo Indonesia Country Director, menambahkan bahwa setelah mempunyai wawasan literasi keuangan yang baik, pelaku UMKM mesti mencari alat promosi yang tepat. Disebut tepat, karena alat promosi yang tersedia, terutama yang berada di "wilayah" digital, jumlahnya cukup banyak.
Di antaranya ialah Infomo. Infomo mempunyai diferensiasi yang jelas ketimbang layanan periklanan sejenis. Lantaran, layanan tertentu dari Infomo gratis. Berbeda dengan layanan lain yang sifatnya mayoritas berbayar. Hal ini tentu saja mendukung upaya promosi UMKM, yang umumnya masih terbatas anggarannya.
Selain itu, Infomo juga sudah menggunakan teknologi Artificial Inteligence, yang membuat layanannya lebih tepat sasaran. Apalagi, data yang dipakai bersumber dari telco, sehingga sasaran periklanannya valid dan jelas.
Selanjutnya, George Papadopoulus, selaku Infomo Global President and Chief Business Officer, turut menerangkan bahwa melalui Infomo, pelaku UMKM yang punya anggaran promosi terbatas juga memiliki kesempatan yang sama dengan perusahaan besar.
George menceritakan satu contoh dari klien Infomo. Suatu hari, ada seorang wanita tua yang datang kepada George. Wanita tersebut berusia 55 tahun, dan punya usaha berjualan selimut.Â
Namun, bisnisnya ternyata macet. Ada penumpukan stok selimut di gudang, yang begitu susah terjual, meski wanita tadi sudah memiliki tim promosi tersendiri. Alhasil, modalnya sebesar Rp 2,5 miliar tidak bisa berputar, dan terancam merugi.
Setelah menyediki situasinya, George menjelaskan bahwa cara promosi bisnisnya masih belum tepat. George kemudian menawarkan layanan Infomo kepada wanita tadi.
Wanita tersebut pun setuju, meski pada awalnya ragu, karena masih belum punya cukup uang untuk menggunakan layanan Infomo. Biarpun begitu, layanan Infomo kemudian menjadi solusi jitu bagi bisnisnya. Kini masalahnya teratasi dengan tuntas.
Simpulannya, layanan yang ditawarkan Infomo bersifat fleksibel, karena bisa disesuaikan dengan anggaran masing-masing pelaku UMKM. Ingin promosi bisnis yang tepat sasaran dan efisien? Infomolah jawabannya.Â
Salam.Â
https://www.kominfo.go.id/content/detail/41205/umkm-naik-kelas-umkm-go-digital/0/artikel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H