Pada masa lalu, museum ini adalah rumah Laksamana Maeda. Ia adalah Perwira Tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda.
Meskipun orang Jepang, yang notabenenya penjajah bangsa Indonesia, namun Laksamana Maeda ternyata punya andil yang cukup besar bagi kemerdekaan RI. Maklum, di rumahnyalah, naskah proklamasi dirumuskan.
Hal itu tentu merupakan keputusan yang berisiko bagi Maeda dan keluarganya. Ia bisa saja dicap sebagai pembelot dan dihukum secara militer.
Namun, Maeda memiliki jiwa seorang samurai, yang menjunjung tinggi nilai dari integritas. Oleh sebab itu, karena sebelumnya Jepang pernah bilang akan membantu kemerdekaan Indonesia, maka melalui jasa Maeda, janji tersebut akhirnya bisa terpenuhi.
Seperti halnya Gedung Joang, rumah Maeda itu pun masih terpelihara dengan baik. Bangunannya sendiri cukup luas, terdiri atas dua lantai, dan dipenuhi oleh koleksi yang sarat kenangan.
Sewaktu datang ke sana, saya cukup beruntung. Sebab, sedang berlangsung gladiresik drama pengibaran bendera yang dilakukan sejumlah pelajar di halaman depannya. Drama ini agaknya bakal dipentaskan bertepatan dengan HUT RI ke 77.
Karena pada tahun 2019 sudah pernah singgah ke sana sebelumnya maka saya menilai bahwa nyaris tidak ada perubahan di bagian dalamnya. Namun demikian, yang menarik justru ada di bagian belakang. Pasalnya di situ terdapat sebuah bunker, yang cukup besar.
Keberadaan bunker di dalam rumah memang menjadi ciri khas bangunan pada masa perang. Meski begitu, sekarang bunker yang terdapat di rumah Maeda tersebut sudah beralih fungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang koleksi museum, bukan lagi tempat perlindungan dari marabahaya.
Setelah kunjungan di sana selesai, saya melanjutkan perjalanan ke Tugu Proklamasi. Seperti yang bisa ditemukan di internet, Tugu Proklamasi menampilkan dua patung dari "founder" bangsa, yakni Bung Karno dan Bung Hatta, yang tengah membacakan teks proklamasi. Tugu ini cukup asri karena dikelilingi oleh pepohonan.
Menurut penjelasan dari Kak Ira Latief, dulunya di daerah itu berdiri rumah milik Bung Karno. Namun, karena suatu alasan, Bung Karno kemudian memutuskan merobohkan rumah tersebut, dan mengubahnya menjadi sarana lain.