Tentu saja ajaran ini tidaklah keliru. Saya mengikutinya dengan senang hati. Alhasil, setelah bekerja, saya jadi rajin menyisihkan sebagian pendapatan, berapa pun nominalnya, untuk ditabung.
Meski begitu, lama-lama saya jadi sadar, bahwa menabung hanyalah sebuah awal dalam upaya membangun sebuah aset. Saya perlu melakukan hal yang baru supaya aset saya bisa bertumbuh dengan cepat. Salah satu cara yang bisa saya lakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan berinvestasi.
Di titiklah saya sering menemui masalah, sebab orangtua saya tidak mengerti sedikit pun soal investasi. Tidak ada seorang pun di keluarga saya yang bisa mengajari saya tentang berinvestasi.
Alhasil, saya mesti mencari tahu sendiri tentang cara sukses berinvestasi, dan jujur saja, hal ini menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan uang, karena saya mesti melewati banyak sekali jalan, sebelum akhirnya menemukan investasi yang tepat bagi saya.
Bertahap
Berbeda dengan pendidikan yang umumnya diberikan di sekolah, pendidikan finansial di lingkungan keluarga sebaiknya disampaikan secara bertahap, sedikit demi sedikit, supaya pemahaman anak dapat terbangun dengan baik.
Makanya, saya setuju dengan pendekatan yang dilakukan dengan Raditya Dika dalam mengenalkan pendidikan finansial kepada buah hatinya.
Pendidikan demikian memang sebaiknya diajarkan dengan gaya yang lebih santai, bahkan terkesan lucu dan tanpa paksaan sama sekali, sehingga anak pun boleh jadi tidak sadar bahwa ia sedang dikenalkan pada pendidikan finansial oleh orangtuanya.
Selain cara yang dipakai oleh Raditya Dika, sebetulnya ada hal lain yang bisa diajarkan orangtua supaya anaknya melek finansial. Di antaranya adalah membangun kebiasaan menabung.
Dalam pendidikan finansial, menabung merupakan kegiatan yang fundamental. Saya kira, nyaris semua orang yang sekarang sukses secara finansial mengawali keberhasilannya dari menabung. Alhasil, jika ingin menumbuhkan kecerdasan finansial kepada anak, maka ajarilah mereka cara menabung.