Setelah sempat tertunda, pada minggu kemarin, pemerintah akhirnya mengumumkan besaran tarif cukai rokok yang bakal berlaku pada tahun 2021. Sebelum pengumuman tadi disampaikan, sebetulnya sempat tersiar "desas-desus" bahwa pemerintah urung menaikkan cukai rokok, mengingat perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih.Â
"Desas-desus" ini bisa muncul bukan tanpa alasan. Jauh-jauh hari, para pengusaha rokok dan petani tembakau sudah memberikan pandangannya terhadap kondisi industri rokok di Indonesia, yang dikabarkan ikut terdampak Pandemi Covid-19.Â
Karena khawatir akan menyebabkan banyak perusahaan rokok "kolaps", maka mereka pun berharap tarif cukai rokok pada tahun 2021 tidak mengalami kenaikan sama sekali.Â
Walaupun begitu, harapan tadi ternyata tidak terkabul. Setelah memperhatikan sejumlah pertimbangkan, pemerintah memutuskan tetap menaikkan tarif cukai rokok rata-rata 12,5% untuk tahun 2021.Â
Biarpun terbilang tinggi, namun kenaikan tersebut tidak mencakup semua jenis rokok. Jenis rokok yang tarif cukainya naik hanya berlaku untuk Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Putih Mesin. Masing-masing besaran kenaikannya adalah 16,9% dan 18,4%.Â
Sementara, untuk jenis Sigaret Kretek Tangan, tarifnya tidak naik sama sekali. Alasannya? Karena pemerintah peduli terhadap nasib para buruh rokok.Â
Maklum, produksi Sigaret Kretek Tangan, yang masih dilakukan secara manual, memang menyerap begitu banyak tenaga kerja. Ada ribuan buruh rokok, yang sehari-hari bekerja melinting tembakau, yang menggantungkan hidup dalam industri ini.Â
Alhasil, kalau Sigaret Kretek Tangan tarif cukainya sampai dinaikkan, maka dikhawatirkan terjadi PHK besar-besaran. Â Â Â
Dilema Pemerintah
Meskipun sudah diresmikan, namun kebijakan tadi masih menyisakan "kontroversi". Seperti tahun-tahun sebelumnya, "kontroversi" tersebut senantiasa menyangkut dua isu utama, yakni kesehatan dan ekonomi.Â
Dari sudut pandang kesehatan, keputusan pemerintah untuk terus meningkatkan tarif cukai rokok dari tahun ke tahun dianggap sebagai upaya untuk menekan konsumsi rokok di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak. Maklum, di Indonesia, tak hanya orang dewasa, balita dan remaja ternyata cukup doyan merokok.Â