Nama Adamas Belva Syah Devara alias Belva mendapat banyak sorotan media sepanjang pekan ini. Sebab, perusahaan yang dikomandaninya, yaitu Ruangguru, menjadi salah satu mitra pemerintah dalam melaksanakan program Kartu Prakerja.
Hal ini dinilai memicu konflik kepentingan, mengingat Belva adalah salah satu Staf Khusus Milenial yang dibentuk Presiden Jokowi. Alhasil, muncullah polemik bahwa ia "dianggap" mendapat keuntungan bisnis karena mempunyai kedudukan di pemerintahan.
Tak lama setelah polemik tadi menyeruak ke masyarakat, Belva pun memberikan respon yang cukup mengejutkan, yakni mengundurkan diri sebagai Staf Khusus Presiden. Ia beralasan tidak ingin memecah konsentrasi Presiden dalam menangani wabah Corona yang sedang melanda tanah air, sehingga lebih memilih mengakhiri masalah tadi dengan keluar dari pemerintahan.
Meski begitu, ternyata persoalan tadi tidak serta-merta selesai, mengingat Ruangguru masih terlibat dalam program Kartu Prakerja, yang disebut-sebut menghabiskan anggaran hingga Rp 5,6 triliun. Boleh jadi, masalah tersebut bakal berkepanjangan andaikan tidak ada kebijakan yang diambil untuk meredakan persepsi publik tadi.
Kasus seperti itu memang bukan hal yang baru terjadi di Indonesia. Jika membuka catatan sejarah, kita akan menemukan kasus serupa pada masa lalu.
Pada masa Orde Baru, misalnya, kasus demikian cukup sering muncul, mengingat ada banyak pejabat yang kerap membagi-bagikan proyek kepada pihak-pihak tertentu, yang notabenenya masih mempunyai hubungan dekat dengan pejabat tersebut. Biarpun prosesnya dilakukan secara legal, namun, hal itu terkesan tidak adil dan rawan praktik korupsi.
Tak hanya di level negara, di tingkat korporasi pun, benturan kepentingan demikian juga cukup sering terjadi. Hal ini bisa dilihat transaksi afiliasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Transaksi afiliasi adalah kegiatan bisnis di antara dua pihak atau lebih yang mempunyai hubungan tertentu dalam sebuah kepemilikan. Sederhananya, transaksi ini ibarat jual-beli suatu produk atau jasa "antarsaudara" dalam satu keluarga.
Transaksi ini sebetulnya sah-sah saja dilakukan. Tata caranya juga sudah mempunyai payung hukum yang jelas, sehingga tidak ada yang bisa melayangkan gugatan, sepanjang transaksi tadi dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Meski begitu, dalam praktiknya, tetap saja timbul kesan negatif karena ada pihak-pihak tertentu yang dianggap meraup keuntungan berkat adanya transaksi tersebut.Â
Makanya, agar terhindar dari konflik kepentingan, transaksi afiliasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan biasanya diumumkan secara terbuka kepada masyarakat.