Skema Ponzi
Biarpun "dikemas" sebagai aplikasi pemasangan iklan, MeMiles boleh jadi dijalankan dengan skema ponzi. Skema ini umumnya dipakai dalam investasi bodong, yang mana member memperoleh keuntungan dari nominal yang disetorkan oleh member lain yang baru bergabung.
Tentu saja hanya member awal inilah yang menikmati keuntungan. Oleh karena sudah merasakan bonus yang dijanjikan sebelumnya, mereka menjadi "juru kampanye" yang vokal bagi perusahaan, sehingga ada banyak orang yang tertarik mengikuti jejak mereka.
Sayangnya, orang-orang yang belakangan bergabung itulah yang sering menjadi "korban". Sebab, kalau tak ada lagi member baru yang bisa direkrut, secara otomatis, komisi akan macet, dan sudah pasti hadiah yang dijanjikan akan hangus.
Perilaku Ikut-ikutan
Skema ponzi yang diterapkan oleh perusahaan investasi bodong biasanya memanfaatkan "perilaku ikut-ikutan", atau yang dalam istilah psikologi disebut "herd behavior". Perilaku ini sejatinya adalah bawaan naluri manusia yang sejak dulu sudah tertanam dalam pikiran bawah sadar.
Tak hanya dalam berinvestasi, perilaku tersebut juga bisa ditemukan dalam ranah lain. Saya ingat pernah terjerumus ke dalam perilaku ini sewaktu berbelanja oleh-oleh di Bandung beberapa tahun lalu. Oleh karena belum terlalu mengenal daerah tersebut, saya hanya mencermati toko oleh-oleh yang ramai dikunjungi.
Alasannya? Karena saya berasumsi bahwa toko itu sudah pasti menyediakan oleh-oleh yang enak. Buktinya, ada banyak orang yang berbelanja di situ.
Atas dasar itulah, saya kemudian memutuskan membeli oleh-oleh di toko tersebut, dan mengabaikan toko lain yang relatif lebih sepi, meskipun di sana kualitas dan harga oleh-oleh yang ditawarkan mungkin sama dengan toko yang saya kunjungi!
Perilaku ini bisa menjadi "jaminan keamanan", sekaligus "racun", terutama dalam membikin sebuah keputusan investasi. Orang-orang yang hanya mengikuti perilaku orang lain tanpa didasari oleh alasan yang jelas biasanya akan menjadi sasaran empuk bagi oknum yang menjalankan praktik investasi bodong.
Bias
Biarpun berisiko, perilaku ini sulit sekali ditangkal. Pengaruhnya begitu kuat. Secermat apapun sikap kritis kita sebelumnya, sikap kita bisa berubah terutama ketika kita melihat sebuah bukti nyata yang membikin logika kita menjadi bias.
Misal, kalau ada orang asing yang menawarkan produk investasi dengan imbal hasil fantastis, katakanlah 30%, logika kita mungkin meragukan hal tersebut.Â
Kita jadi bertanya-tanya, apakah masuk akal tawaran yang diberikan tersebut, sehingga kita menunda atau bahkan menolaknya karena hal itu dianggap tidak masuk akal.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!