Satu krisis yang terpatri dalam ingatan DR Tan ialah krisis ekonomi tahun 2008. Pada waktu itu, saat investor lain "gigit jari" lantaran portofolio sahamnya "berdarah-darah", ia justru memperoleh untung besar. Semua itu bisa terjadi karena perusahaannya menyimpan 53% aset dalam bentuk uang tunai, sementara sisanya dalam wujud saham.
Jadi, saat krisis merontokkan mayoritas bursa saham di kawasan Asia, DR Tan tidak panik. Oleh karena punya cadangan uang tunai yang banyak, ia bisa memborong lebih banyak saham bagus yang harganya sedang didiskon. Setahun kemudian, bursa saham "mantul", dan ia pun menuai capital gain ratusan persen!
Makanya, dalam kondisi paceklik seperti sekarang, investor seyogyanya menyimpan uang tunai lebih banyak daripada saham. Selain mengubah porsi tadi, investor juga bisa mulai mencicil saham sedikit demi sedikit untuk meredam gejolak harga.
Semua itu dilakukan untuk berjaga-jaga kalau suatu saat terjadi krisis. Dengan demikian, investor dapat tetap berinvestasi dengan nyaman tanpa dikhawatirkan bayang-bayang krisis yang mungkin saja akan terjadi.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H