Di dalam kamar yang diterangi cahaya mentari, seorang wanita muda duduk mencurahkan isi hatinya. Sepucuk pena yang dipegangnya terlihat "menari" mengikuti pikirannya. Kalimat demi kalimat pun tercipta di atas kertas. Ia memang piawai "memainkan" kata-kata. Dalam waktu singkat, ia telah menyelesaikan sebuah tulisan. Sebuah karya yang kemudian akan jadi terkenal dan terus dikenang sepanjang masa!
Wanita itu bernama Kartini. Ia merupakan seorang anak bangsawan yang terpelajar. Sejak duduk di bangku sekolah, ia senang membaca dan terampil menulis. Dalam sejumlah kesempatan, terutama saat ada persoalan, ia sering menuliskan keluh-kesah yang "mengganjal" hatinya. Baginya, menulis memberinya ruang untuk membuang "sampah pikiran" tanpa risau diprotes oleh siapapun.
Sayangnya, hobi Kartini dalam dunia tulis-menulis mesti terhenti lebih dini. Setelah melahirkan anaknya, yaitu RM Soesalit, ia mengalami pendarahan hebat, hingga nyawa tidak bisa tertolong. Ia wafat dalam usia yang relatif muda, 26 tahun. Ia meninggalkan suami, anak, dan warisan berupa surat-surat yang pernah ditulisnya.
Atas inisiatif Tuan dan Nyonya Abendanone, yang notabenenya adalah "teman curhat"-nya, surat-surat tadi kemudian dikumpulkan dan dibukukan dengan judul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap, Terbitlah Terang). Buku inilah yang kelak menjadi "tonggak sejarah" bagi perkembangan emansipasi wanita di tanah air
Mungkinkah Kartini Belajar Investasi?
Setiap mengenang perjalanan hidup Kartini, saya sering berandai-andai. Jika saat ini, masih hidup, apakah Kartini akan tetap rajin menulis? Tidakkah ia tertarik menjajal hobi lain, seperti berinvestasi?
Pertanyaan barusan muncul bukan tanpa alasan. Sebab, sampai sekarang, jarang saya menjumpai wanita yang rajin berinvestasi. Kalau wanita yang jadi penulis seperti yang dilakukan Kartini dulu, jumlahnya sudah banyak. Namun, untuk yang senang berinvestasi, hemat saya, jumlahnya masih sedikit.
Di dunia pasar modal, misalnya, jumlah investor saham wanita masih kalah dibandingkan pria. Persentasenya mirip Quick Count Pemilu: 40,74 % (investor wanita) : 59,26% (investor pria).
Mereka tak hanya keranjingan berinvestasi saham, tetapi juga hobi menulis dan mengajar. Buktinya, mereka telah menerbitkan buku dan sering menjadi pembicara di seminar-seminar investasi. Mereka adalah Ellen May dan Linda Lee.
Ellen May, Praktisi yang Sudah Merasakan "Pahit-Manis:-nya Berinvestasi Saham
Ellen May memiliki pengalaman selama sepuluh tahun lebih di dunia investasi saham. Ia sudah berinvestasi saham sejak tahun 2006 ketika berusia 23 tahun. Pada saat itu, ia sempat mencicipi "manis"-nya investasi saham. Dengan modal sekitar dua puluh juta rupiah, ia bisa mendapat keuntungan yang lumayan besar.