Bagi Rizky Ghusyafa Pratama, lompat tinggi ibarat "seni" yang menawarkan keindahan tertentu. "Sepertinya indah saja sewaktu saya melihat atlet mengempaskan dirinya ke udara, melewati palang yang tinggi, terus jatuh di atas matras," katanya, sewaktu saya mewawancarainya di GOR Valedrome, Rawamangun, pada tanggal 12 Juli lalu. Keindahan itulah yang kemudian mengubah "jalur hidup" Rizky. Hingga akhirnya, ia pun memutuskan menekuni cabang olahraga lompat tinggi sejak tahun 2013.
Lantaran terus "dibakar" oleh passion yang kuat dalam olahraga lompat tinggi, Rizky mampu menorehkan sejumlah prestasi. Makanya, kemudian pemuda berusia 23 tahun yang masih tercatat sebagai mahasiswa Univesitas Negeri Jakarta tersebut terpilih menjadi salah satu atlet yang mewakili nama Indonesia di ajang Asian Games 2018.
Pemilihan itu pun bukannya tanpa seleksi. Walaupun telah "mengantongi" banyak medali, Rizky tetap harus mengikuti seleksi kejurnas. Dengan mengandalkan pengalaman dan kerja keras, sulung dari dua bersaudara tersebut pun berhasil menyabet peringkat 1 dan akhirnya lolos menjadi atlet di Asian Games.
Secara ketat, Siga sering memerhatikan pola makan anak didiknya, suka memeriksa kamar hanya untuk memastikan anak didiknya bangun tidur dan kembali ke kamar tepat waktu, dan meminta anak didiknya mengikuti perintahnya. "Ke mana-mana kami juga harus minta izin," tutur Rizky, sewaktu ia mengenang gaya latihan yang diterapkan Siga.
Di bawah arahan pelatihnya, Rizky mengaku menjalani latihan hampir setiap hari. Ia rutin berlatih dari Senin sampai Sabtu. Latihan tersebut terbagi atas dua sesi, yaitu pagi yang dimulai dari jam 6-9 dan sore yang dilakukan dari jam 4-8. Porsi latihan yang dilaksanakan meliputi 1 jam pemanasan, 1-2 jam latihan inti, dan 1 jam koreksi. Jadi, boleh dikatakan bahwa Rizky melakukan latihan yang cukup intens.
Meskipun hormat kepada pelatihnya, ada kalanya Rizky berbeda pendapat dengan Siga. Contoh, dalam sebuah kejuaraan beberapa tahun lalu, Rizky menceritakan sempat mengalami cedera hamstring seminggu sebelum bertanding. Setelah diperiksa, ternyata cedera yang dialami cukup serius, sehingga Rizky dianjur membatalkan keikutsertakannya dalam kejuaraan tersebut.
Siga pun melarangnya tampil. Sepertinya ia melihat bahwa cedera tersebut dapat menghambat karier Rizky ke depannya. Namun, Rizky bersikeras ingin bertanding. Ia pun berani mengambil risiko. Walaupun masih dibekap cedera, ia tetap memasuki arena, dan mengerahkan upaya terbaiknya. "Akhirnya, saya membawa pulang perak," kata Rizky, disertai tawa kecil. "Namun, setelah itu, saya harus istirahat total selama 5 bulan."
Siga juga tipikal pelatih yang peduli terhadap prestasi altlet yang dibinanya. Ia akan melakukan upaya terbaik untuk "mendongkrak" prestasi anak didiknya. Pernah ia melakukan nazar yang unik sebelum Rizky bertanding di PON 2016. "Pelatih bernazar akan berjalan kaki dari Cibinong ke Rawamangun apabila saya berhasil meraih medali," kata Rizky. "Sewaktu saya mendapat medali emas di PON, ia benar-benar mewujudkan nazarnya."