Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengalaman Kuliah Tak "Setipis" Lembaran Ijazah

10 Agustus 2017   07:54 Diperbarui: 11 Agustus 2017   09:06 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ijazah palsu yang ditemukan di tambora, jakbar (sumber foto: www.detik.com)

Satu kali, penyair Agus R. Sarjono pernah menulis satu sajak yang unik. Judulnya "Sajak Palsu". Keunikan sajak itu terletak pada kata "palsu" yang banyak "bertebaran" di dalam setiap lariknya.

Sajak Palsu

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.

1998

Sajak itu selesai ditulis hampir dua puluh tahun yang lalu. Namun demikian, isi yang terkandung di dalamnya masih terasa relevan. Apalagi kalau kita membaca sejumlah kasus pemalsuan dokumen yang terjadi di kawasan Bandung dan Jakarta Barat seminggu terakhir.

Sebagaimana dilansir dari sejumlah media, kasus pemalsuan itu bermula ketika Bank Perkreditan Rakyat (BPR) "mengendus" adanya kebocoran anggaran. Setelah diselidiki, kebocoran itu berasal dari kredit yang diberikan kepada sejumlah nasabah yang menggadaikan sertivikatnya sebagai jaminan.

Namun demikian, sertifikat tersebut ternyata palsu. Kasus itu kemudian dilaporkan ke pihak berwajib. Polisi pun bertindak cepat dan berhasil meringkus YY di Bandung. Kepada polisi, YY mengaku hanya bertugas sebagai agen pemalsu dokumen.

YY berperan menawarkan jasa pembuatan dokumen palsu. Setelah mendapat orderan, dia akan menghubungi M dan T karena merekalah yang bekerja mencetak dokumen palsu di Tambora, Jakarta barat.

Polisi kemudian menggerebek sebuah rumah yang terletak di Gang Siaga I, Tambora, Jakarta Barat. Dari situ, polisi kemudian menemukan pelbagai dokumen, stampel, dan sejumlah perangkat yang dipakai untuk memalsukan dokumen.

Dokumen yang ditemukan beragam bentuknya. Nah, yang bikin saya agak miris, di antara sekian dokumen yang "diamankan", ternyata terdapat banyak sertifikat guru.

Hal itu sekaligus menguatkan dugaan bahwa sejumlah oknum guru di Bandung terlibat dalam kasus pemalsuan tersebut. Mereka diduga melakukan pemalsuan sertifikat agar mudah mendapat kredit dari BPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun