Sarapan dengan sepotong burger mungkin bukan hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Namun, ketika perut terus “menjerit”, sepotong burger tentu layak menjadi menu pilihan untuk sarapan pada pagi hari. Setidaknya itulah yang saya alami setelah saya menemani bibi saya berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, pada tanggal 10 Mei lalu.
Kegiatan itu memang “menguras” banyak waktu dan tenaga kami. Apalagi kami sudah menjalaninya sejak subuh. Ya, kami telah tiba di rumah sakit tersebut sejak pukul lima pagi. Semua itu dilakukan lantaran sebelumnya kami “diwanti-wanti” oleh dokter setempat agar berangkat pagi-pagi betul. “Kalau daftar jam tujuh pagi, bisa-bisa jam tiga sore baru dilayani,” ujarnya.
Agar tidak menunggu selama itu, kami pun memutuskan berangkat jam empat subuh. Oleh karena itu, sebelum memulai perjalanan, saya cuma sempat menyantap sarapan sekadarnya. Hanya secangkir teh hangat dan beberapa potong biskuit. Lumayanlah untuk mengganjal perut dan mencegah masukangin. Segera setelah itu, saya pun meluncur mengantar bibi ke RSCM.
Lantaran jalanan yang masih lengang, kami tiba ke lokasi hanya dalam waktu satu jam. Kami kemudian bertanya kepada beberapa petugas tentang letak ruang CT Scan. Atas arahan petugas itu, kami berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sunyi dan akhirnya menemukan ruangan yang dimaksud.
Ruangan itu ternyata baru buka jam delapan pagi. Jadilah kami duduk menunggu selama hampir tiga jam sampai para petugas siap melayani pasien yang datang. Dalam hati, saya sempat bertanya-tanya, “Mengapa dokter itu menganjurkan kami supaya datang pagi-pagi, padahal layanan medis baru dimulai jam delapan? Bukankah itu terlalu memboroskan waktu?” Pertanyaan itu sempat membikin bimbang. Namun, seiring berjalannya waktu, pertanyaan itu akhirnya terjawab dengan sendirinya.
Jelang pukul delapan para pasien sudah banyak berdatangan. Kursi-kursi yang tadinya kosong mulai terisi penuh. Bahkan, sebagian sampai tidak mendapat tempat duduk sehingga harus berdiri menunggu di depan pintu. Kini barulah saya mengerti alasan dokter tersebut. Jika melihat banyaknya antrean pada hari itu, wajarlah kalau kita bisa menunggu berjam-jam sebelum mendapat pelayanan medis.
Kami pun pergi mengurus dokumen tersebut. Awalnya, saya berpikir bahwa persoalan itu dapat dibereskan di situ. Namun, ternyata kami juga harus mengunjungi gedung lain untuk mendapat cap dan beberapa lembar dokumen lainnya.
Lantaran letak gedung tersebut cukup jauh, saya harus mengerahkan tenaga ekstra untuk mencapainya. Pada saat itu, perut saya sudah terasa perih. Namun, karena mesti bergegas, saya mengabaikan “panggilan tubuh” tersebut dan sibuk bolak-balik mengurus dokumen yang perlu dilengkapi.
Baru pada jam setengah sebelas siang, semua berkas selesai diurus dan kami pun boleh meninggalkan rumah sakit. Lantaran perut saya terus saja bawel “menuntut” perhatian, akhirnya kami pun memutuskan mampir ke KFC Salemba yang terletak di seberang jalan.
Sewaktu ditanya akan memesan apa, mata saya terus saja tertuju pada Zuper Krunch. Sejak “pandangan pertama”, menu baru KFC tersebut telah “menggoda” mata saya. Entah karena merasa lapar atau penasaran, akhirnya saya pun memesan menu burger itu.
"Tren burger sendiri mulai naik sekitar tahun 2015, diawali dari burger lokal. Jadi, kami mulai keluarkan sekarang tahun 2017," ungkap Hendra Yuniarto sebagai GM Marketing PT. Fast Food Indonesia, sebagaimana dikutip dari laman metrotvnews.com.