Masyarakat Jepang memang dikenal “getol” melakukan inovasi dalam bidang teknologi robotik. Buktinya, belum lama ini, sejumlah mekanik di Jepang menguji coba “Regirobo” di sebuah gerai Lawson. Regirobo adalah robot yang didesain khusus untuk menangani semua persoalan yang ada di meja kasir, dari mengatur pembayaran sampai mengurus pembungkusan.
Regirobo sudah terintegrasi dengan komputer, sehingga cara kerjanya terbilang mudah: pembeli cukup menempelkan barang di dekat alat pembaca barcode, lalu menaruhnya di keranjang khusus. Seketika transaksi dan pengemasan pun langsung diproses. Ke depannya, Lawson berencana “memperkerjakan” Regirobo di sejumlah tokonya.
Kehadiran Regirobo tentunya menimbulkan dampak tertentu bagi masyarakat. Bagi pembeli, keberadaan robot pintar tersebut pastilah mempermudah cara mereka dalam berbelanja. Dengan memakai layanan Regirobo, para pembeli enggak perlu lagi lama menunggu antrean di kasir, karena cara kerja robot itu cepat dan akurat. Regirobo jelas “memanjakan” pembeli dan mempercepat proses transaksi di kasir.
Namun demikian, kemunculan robot tersebut di toko turut menggerus “lahan pekerjaan” di meja kasir. Apabila robot itu dipakai secara massal, akan banyak orang yang tadinya bekerja sebagai kasir akan kehilangan pekerjaannya karena tugasnya sudah “tergantikan” oleh robot. Cukup ironis, bukan? Namun, itulah kemungkinan yang akan terjadi pada masa depan andaikan saja tugas yang biasanya dilakukan oleh manusia mulai “dikerjakan” oleh robot.
Itu baru pekerjaan kasir, belum tugas pelayan toko. Bisa jadi, para pelayan toko pun akan “bernasib” serupa lantaran “jatah” pekerjaannya sudah direbut oleh robot. Lagi-lagi Jepang juga telah memperkenalkan robot humanoid, yang mampu melayani pungunjung pusat perbelanjaan.
Sebut saja Aiko Chihira, robot pelayan toko yang langsung menjadi ikon toserba Mitsukoshi Tokyo sejak diperkenalkan pada tahun 2015 silam. Di depan pintu masuk, Aiko, yang dibuat oleh para insinyur Toshiba, tampak anggun menyapa setiap pengunjung yang datang.
Setiap pengunjung yang kurang jeli bisa “tertipu” sewaktu disapa Aiko, lantaran robot itu betul-betul menyerupai manusia. Ia berbentuk seperti perempuan, berkulit putih, dan mampu berkedip. Jadi, mungkin saja, banyak pengunjung yang “terkecoh” dan “terkejut” ketika mengetahui bahwa sosok yang sedang berbicara dengannya adalah sebuah rangkaian logam dan kabel, yang dikendalikan oleh sistem.
Kehadiran Regirobo dan Aiko adalah sebuah langkah inovatif yang bisa meningkatkan kualitas layanan di toko. Kemunculan mereka tentunya menciptakan “pengalaman berbeda” dalam berbelanja. Namun, suatu hari nanti apakah mereka dapat menggantikan sepenuhnya peran manusia sewaktu mengelola toko?
Saya pribadi masih meragukannya. Sebab, secanggih apapun teknologi yang dipakai, robot tetaplah “robot”. Robot memang bisa bertugas lebih efektif dan efisien. Bahkan, daripada manusia, robot dapat lebih sedikit menimbulkan kesalahan dalam bekerja. Namun demikian, robot tetap enggak bisa mengekspresikan emosi layaknya manusia.
Kan kini sudah ada robot yang mampu menunjukkan emoji di layar? Ya, tetapi apakah itu emosi yang alami, atau hanya sekadar respon buatan? Kita tentu akan merasa lebih “terhubung” sewaktu berinteraksi dengan seseorang yang mampu mengekspresikan emosi secara alami, alih-alih ekspresi yang dibuat-buat.