Pagi ini iseng-iseng saya mencari indeks lagu yang memuat kata “ayah” di Google, dan saya menemukan sesuatu yang unik. Ternyata lagu-lagu berbahasa indonesia yang punya judul “ayah” hanya sedikit jumlahnya. Cuma ada enam.
Seperti yang dimuat dalam laman situs wikipedia, keenam lagu itu adalah “Titip Rindu untuk Ayah” (Ebiet G Ade), “Ayah Aku Mohon Maaf” (Ebiet G Ade), “Yang Terbaik Bagimu (Ayah)” (Ada Band), “Ayah” (Seventeen), “Ayah” (Koesplus), dan “Ayah” (Rinto Harahap).
Saya pun mencari daftar lagu lainnya. Kali ini saya tertarik mencari lagu yang memuat kata “ibu” di judulnya, dan ternyata saya menemukan sedikitnya sepuluh lagu yang bertema “ibu”.
Lagu tersebut di antaranya adalah “Ibu” (Iwan Fals), “Bunda” (Potret), “Doa untuk Ibu” (Ungu), ”Air Mata Ibu” (Siti Nurhaliza), “Cinta untuk Mama”(Kenny), dan “Untukmu Ibu” (Exist). Itu baru lagu berbahasa Indonesia. Barangkali, jumlah lagu demikian bisa bertambah kalau kita mencari lagu-lagu lain yang berasal dari mancanegara.
Sewaktu menyadarinya, saya pun bertanya-tanya: “Mengapa ya lagu tentang ‘ibu’ jumlahnya jauh lebih banyak daripada lagu tentang ‘ayah’? Apakah sosok ibu punya ikatan emosional yang sedemikian besar sehingga banyak musikus yang bikin banyak lagu untuk mengapresiasi ibu?” Jawabannya terletak pada pola asuh anak sewaktu ia masih balita.
Pengaruh Pola Asuh
Ikatan emosi antara anak dan orangtuanya terbentuk berkat interaksi sentuhan yang dilakukan. Semakin sering seorang anak disentuh oleh orangtuanya, semakin kuat pula ikatan emosi yang terjalin. Dalam buku Psikologi Edisi Sembilan, Carole Wade dan Carol Tavris menyebutnya sebagai “kelekatan”.
Di Indonesia sendiri, anak umumnya lebih banyak mendapat sentuhan dari pihak ibu. Sejak masih sangat kecil, anak sudah dipeluk, ditimang, dan digendong oleh ibu. Oleh sebab itu, tidaklah heran kalau ikatan emosional keduanya sangat erat. Keduanya cenderung melekat satu sama lainnya.
Itulah sebabnya kalau keduanya harus terpisah sementara, akan timbul perasaan “kangen” yang luar biasa. Walaupun harus bepergian ke tempat yang jauh untuk menjalani dinas kerja, misalnya, seorang ibu akan terus terpikir anaknya. Ia menjadi mudah gelisah, mudah cemas, mudah khawatir. Makanya ia akan sering menanyakan kondisi anaknya kepada orang rumah.
Si anak pun demikian. Ia bisa terus menangis merindukan ibunya. Semua itu terjadi karena si anak berpikiran akan terpisah selamanya dengan ibunya. Oleh sebab itu, biarpun diberi mainan, atau hiburan lainnya, si anak umumnya akan uring-uringan sepanjang hari.
Lalu, bagaimana dengan ayah? Sesuai kultur masyarakat Indonesia, sosok ayah memang lebih minim bersentuhan dengan bayinya. Sosok ayah dipandang sebagai kepala keluarga yang tugasnya mencari penghidupan.