Berita tentang jatuhnya SSJ 100 yang sebelumnya mendominasi dan menjadi tema utama di berbagai media massa nasional perlahan mulai mengendur dan digantikan oleh pemberitaan terancam gagalnya konser Lady Gaga karena pihak kepolisian urung memberikan izin. Belakangan diketahui dalam konferensi persnya, kepolisian enggan memberikan izin karena masukan dari berbagai ormas. Dan kembali lagi, yang paling menjadi sorotan adalah FPI. Entah sejatinya ormas mana yang paling vokal menyuarakan penolakan terhadap Lady Gaga. Yang jelas dirasakan publik adalah FPI merupakan penyebab terancam batalnya konser itu.
Saya tidak tahu banyak dan tidak tertarik untuk tahu lebih banyak tentang Lady Gaga dan kiprahnya. Saya sama sekali tidak punya kapasitas untuk memvonis apakah konser itu layak atau tidak dilangsungkan. Saya hanya ingin sedikit menerka dampak apa yang kemudian timbul akibat itu.
Saya mencoba merasakan betapa kecewanya para penggemar Lady Gaga akibat batalnya konser itu, apalagi yang sudah rela menyisihkan uangnya dan antre mendapat tiket. Dan jelas yang menjadi sasaran kekecewaan itu bukan ditujukan pada kepolisian tapi lebih dominan pada FPI. Betapa rasa kecewa mereka terakumulasi menjadi rasa marah karena menganggap FPI adalah alasan utama gagalnya konser itu. Kembali lagi brand yang tersemat di kening FPI di mata publik adalah FPI ormas radikal, anarkis, tidak menghargai demokrasi dan menjadikan agama sebagai alasan. Sangat miris memang, betapa yang satu kubu ‘merasa’ memperjuangkan Islam dan kubu lain ‘merasa’ memperjuangakan demokrasi dan keduanya berbenturan bahkan sampai fisik.
Saya tidak mau menghakimi FPI salah, konser Lady Gaga benar, atau lady Gaga salah dan FPI benar. Namun saya khawatir saudara-saudara saya pemuda Muslim yang juga penggemar Lady Gaga dan telah membeli tiket konser itu menjadi benci dengan saudara Muslim saya di FPI yang notabene mengatasnamakan segala apa yang dilakukan adalah atas dasar Islam. Sebagai Muslim, saya takut kekecewaan mereka akan FPI mengakar dan tumbuh menjadi kekecewaan terhadap Islam. Saya yakin dari sekian penggemar Lady Gaga itu banyak diantaranya yang Muslim. Entah jika kekhawatiran saya ini berlebihan.
Saya mengasumsikan penggemar Lady Gaga di negeri ini tidak akan turun karena batalnya konser itu. Justru bisa jadi lebih banyak karena akan banyak orang yang mengakses informasi tentang Lady Gaga. Kita semua tahu hal-hal yang kontroversial dan sensasional sangat menarik bagi bangsa ini. Orang-orang yang sebelumnya tidak tahu apa-apa tentang Lady Gaga bisa dengan mudah mencari tahu. Dampak lain yang kemudian munculkarena ramainya pemberitaan mengenai konser Lady Gaga adalah pada anak-anak kita. Anak-anak yang belum mampu memfilter berita dengan baik menjadi tertarik, terpacu, termotivasi untuk mengetahui banyak hal tentang Lady Gaga. Silakan tanya pada orang tua manapun apakah mereka rela jika anak-anak mereka mengakses informasi tentang Lady Gaga sementara anak-anak itu masih prematur untuk tahu Lady Gaga.
Ada banyak pendapat saat diskusi di Indonesia Lawyers Club tentang kemungkinan batalnya konser Lady Gaga. Ada suara yang mengatakan pelarangan itu merupakan pemancungan atas kebebasan berekspresi. Ada juga pendapat jika memang Lady Gaga melanggar norma-norma identitas bangsa, dia tinggal disuruh pakai kebaya saja. Toh, konser-konser dangdut banyak yang lebih erotis dan polisi adem-adem saja. Ada lagi pendapat bahwa rencana pembatalan konser itu memang sepatutnya. Namun, yang paling membuat saya tertarik adalah pendapat Prof. Said Aqil Siradj, “ada satu juta Lady Gaga pun orang NU tetap salat tahajjud, tetap berakhlak, tetap Islam”.
Ya, memang semakin ke depan globalisasi akan semakin menyatroni bangsa ini. Dan bangsa ini akan terus menghadapi ujian tentang bagaimana identitas dan jati dirinya. Satu hal yang saya belum tahu persis tentang itu. Mungkin sebagian dari Anda, seperti halnya saya juga bingung untuk menjawab apakah jati diri bangsa ini. Bagi saya, ada satu juta Lady Gaga pun, ada satu juta Irshad Mandji pun, jika memang bangsa ini mempunya identitas, karakter, dan jati diri, sungguh tidak akan terpengaruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H