Melihat negara dan bangsa ini dari sisi manapun seakan kita selalu dihadapkan pada kekecewaan.Saya (mungkin seperti halnya Anda) akan bingung ketika dihadapkan pada pertanyaan ‘apa yang membuat Anda bangga dengan Indonesia’. Saat saya tegas menjawab “saya bangga dengan budaya Indonesia”, nyatanya budaya kita diklaim Malaysia. Saat saya dengan bangga menjawab “sumber daya alam Indonesia melimpah”, faktanya sumber daya alam kita dimakan asing . Belum lagi pemerintahan kita korup, sistem politik kita uang, SDM kita menang dalam kuantitas tapi menyerah dalam kualitas. Sepak bola kita 21 tahun tanpa prestasi, supporternya banyak yang mati. Bulutangkis menjadi kenangan masa lalu. Sarjana kita banyak yang pengangguran. Rakyat kita masih banyak yang lapar. Jargon Negara mengurus lansia dan anak yatim hanya ada dalam teks konstitusi dan kampanye partai politik. Film favorit kita horror panas, sedangakan sinetronnya yang direligi-religikan. Agrh, rasanya terasa miris dan membosankan untuk mengungkap daftar kekecewaan saya pada negara ini. Mungkin kekecewaan tersebut mengakar menjadi rasa benci bagi orang lain, tapi sedikitpun saya tidak membeci bangsa ini. Saya sungguh mencintai itu.
“Indonesia mah emang gitu, ga kayak di luar negeri”
“Halah…, Indonesia gak mungkin menang”
“Kalo di luar negeri mah gini, Indonesia mah mana bisa”
“Kalo di luar negeri mah gini gini gini bla bla bla bla, Indonesia mah boro-boro, bikin tempe aja kedelainya impor”
Saya yakin ungkapan seperti di atas pasti Anda pernah mendengar atau mungkin mengatakannya sendiri. Nada pesimisme tersebut begitu familiar hingga yang mengatakan tidak sekedar orang awam saja, tetapi juga dari mahasiswa dampai Profesor doktor. Dari ibu rumah tangga samapai tokoh nasional. Dari obrolan warung kopi, kelas kuliah sampai seminar nasional. Rasa-rasanya mata pelajaran PKn yang notabene mendokrin untuk mempunyai jiwa nasionalisme jauh dari kata berhasil. Mungkin kudu ditambah sub-bab ‘alasan harus bangga pada Indonesia’. Saat ini nasionalisme menjadi barang langka, sementara patriotisme mungkin beranjak punah.
Saya bingung sebingung-bingungnya apa yang melatarbelakangi itu semua. Saya sama sekali tidak punya kapasitas untuk melakukan berbagai analisis dan studi ilmiah kenapa fenomena semacam ini begitu mengakar bahkan sampai membudaya pada bangsa ini. Yang jelas yang saya, Anda dan semua rasakan adalah demikian. Pesimisme kolektif akut.
Diakui atau tidak sebetulnya bangsa kita adalah kumpulan manusia-manusia yangkecewa, frustasi, dan lelah dalam keadaan mengahrukan yang stagnan. Itulah mengapa rating acara hiburan di televisi selalu tinggi. Di negeri ini, saat Anda pandai melucu dan mahir membuat orang tertawa Anda akan menjadi konglomerat. Di sini, bisnis hiburan dalam bentuk apapun selalu profitable karena pangsa pasar di Indonesia (para frustasioner) luar biasa besarnya.
Ya.., seperti itulah watak bangsa ini. Pada dasarnya bangsa kita sudah sedemikian akrab dengan kekecewaan dan penderitaan dalam hal apapun. Kadang saya merenung ternyata ada sisi positif dari hal itu. Bangsa kita adalah bangsa yang sangat dewasa hingga dalam kehidupan mereka tidak terlalu bergantung pada pemerintah, karena memang sudah sangat hafal dengan karakter pemerintahnya. Bangsa kita ditempa untuk tahan pada berbagai gejolak. Karena itu bangsa kita menjadi bangsa paling kreatif di dunia. Saat beras tidak ada, pangkal batang pisangpun bisa menjadi makanan pokok. Ilmuan kita sudah bisa bikin mobil irit BBM yang 1 liter bisa ratusan kilometer. Jadi kalau suatu saat dunia akan krisis pangan dan krisis BBM, bangsa kita akan menjadi bangsa yang paling kuat. Belum lagi berbagai kreatifitas lainnya, mulai dari yang pelihara tuyul, nyupang, sampai bobol bank. Jangan lupa dari segi bisnis bangsa kita juga sangat kreatif. Semuanya dapat dikomersilkan, mulai dari pendidikan, politik, kebudayaan, hingga komersialisasi zakat. Saat di dunia ini ada krisis penderitaan massal bangsa kita akan menjadi bangsa yang paling tahan, karena bangsa ini adalah bangsa paling unik di dunia. Bangsa yang senantiasa mampu bercanda, tersenyum, tertawa dan terbahak di atas segala kekecewaan dan penderitaan hidup yang stagnan. Mana ada di belahan bumi lain bangsa sehebat ini. Jika penduduk dunia ingin menemukan para fustasioner yang dapat berbahagia, Indonesia adalah sarangnya.
Adib Yabani
Malang, 26 Juni 2012
20.44 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H