Sedih. Beginikah wajah Indonesia paska Pilpres 2019? Gema takbir ternyata sekarang sudah menjadi seruan yang sangat partisan. Seruan yang digunakan untuk "melegalisasi" kekuasaan suatu kelompok tanpa mengindahkan aturan negara yang berlaku. Saya sudah melihat video klaim kemenangan capres Prabowo yang diiringi pekik takbir dan sujud syukur beliau dan timsesnya. Tak habis pikir. Sedih melihatnya, ketika ambisi pribadi/kelompok mengalahkan persatuan-kesatuan bangsa. Sedih melihat orang-orang di lingkar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo yang sudah begitu yakin dan "dogmatis" menyerukan kepada pendukungnya bahwa mereka menang dengan pekikan takbir.
Apakah mereka tidak berpikir bahwa umat Islam di Indonesia tidak semuanya memilih Prabowo? Mengapa gema takbir yang begitu agung maknanya "rela" mereka pakai untuk kepentingan partisan/kelompoknya saja untuk "melegalisasi" kemenangan? Mengapa takbir menjadi dipersempit maknanya? Hanya rakyat yang mampu menjawab. Rakyat yang sedih karena salah satu elemen terpenting bangsa, yaitu Keislaman, telah dibajak oleh kelompok tertentu, telah di-kavling- secara eksklusif oleh kubu 02. Gema takbir seharusnya mewakili seluruh perasaan umat Islam, namun tidak untuk masa-masa paska pilpres ini. Menyedihkan.
Ya Tuhan, tolonglah bangsa Indonesia. Jauhkan Indonesia dari elemen-elemen kelompok yang ingin merontokkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa, dari mereka yang lantang memekikkan nama-Mu hanya untuk kepentingan partisan, hanya untuk sebuah jabatan 5 tahunan.
Semoga Keislaman Kita tetap terjaga dalam bingkai keindonesiaan yang satu. Keislaman yang diperjuangkan oleh santri-ulama NU & Muhammadiyah yang mengerti betul nafas Keindonesiaan. Saya merindukan kaum intelektual Islam terdahulu yang mengerti sejarah panjang berdirinya Indonesia yang berjuang secara etis & inklusif, bukan yang partisan & eksklusif. Takbir harusnya mempersatukan Kita, bukan malah menimbulkan sentimen partisan yang meresahkan Keislaman di antara kita. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H