Mohon tunggu...
Moch. Adib Irham Ali
Moch. Adib Irham Ali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosial Humaniora

The author is someone who is enthusiastic about education, social politics, history, philosophy, humanity, health, and community.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandemi, Guru Honorer, dan Urgensi Partisipasi Politik Milenial

27 Agustus 2021   00:03 Diperbarui: 27 Agustus 2021   00:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Photo: suaraislam.id

Pandemi virus corona yang masuk Indonesia akhir bulan Februari tahun lalu memnyebabkan dampak yang begitu besar kepada masyarakat. 

Golongan masyarakat yang paling berdampak karena pandemi adalah masyarakat yang pendapatannya bergantung pada penghasilan harian sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan masyarakat yang digaji dengan sistem upah atas apa yang telah mereka lakukan. Pandemi tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik tapi juga kesehatan mental masyarakat. 

Masyarakat dihadapkan kepada era disrupsi yang merubah tatanan sosial seperti phisichal distancing, pembatasan mobilisasi masyarakat, work from home, keharusan untuk melek teknologi, kegiatan berbasis online, bahkan dampak sosial ekonomi seperti ketakutan akan pemutuhan hubungan kerja karyawan.

Saat sebelum terdapatnya kebijakan yang memperbolehkan pertemuan tatap muka, sekolah meliburkan siswanya disebabkan keterbatasan fasilitas serta prasarana bila memakai pendidikan daring. 

Disebabkan kebijakan tersebut guru-guru pula turut libur. Guru yang berstatus honorer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ketika pandemi wajib bekerja dari rumah masing-masing. 

Guru honorer/guru tidak tetap yang bekerja pada sebagian sekolah Negeri ataupun swasta, hingga saat ini belum mempunyai standar pendapatan yang menitikberatkan pada bobot jam pelajaran, tingkatan jabatan, serta tanggung jawab masa depan siswanya. 

Terlebih buat guru yang mengajar di tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Banyak di antara mereka yang bekerja melebihi dari imbalan yang mereka terima. 

Dengan kata lain, insentif ataupun pendapatan yang mereka terima tidak sebanding dengan pekerjaan yang mereka laksanakan serta tanggung jawab yang mereka terima terhadap masa depan siswa.

Guru honorer memanglah mengalami realitas yang memprihatinkan, mulai dari tingkatan pengahasilan yang tidak menentu, para guru honorer sama sekali tidak mendapatkan tunjangan-tunjangan yang disediakan oleh pemerintah sebagaimana para guru pegawai negara sipil (PNS), mengalami keadaan terpuruk bertahun-tahun, mengabdi di daerah serta ditambah status kepegawaianya kurang begitu jelas. 

Guru honorer wilayah memanglah cendrung terabaikan, sementara itu bagaikan manusia biasa, guru honorer pasti saja mempunyai harapan buat hidup sejahtera. Di sisi lain guru honorer dituntut buat mempunyai pekerjaan sampingan supaya kebutuhannya terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun