Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Taris Pratama: Lirik Peluang Tren Burung Hias Seiring Kilau Akik yang Memudar

9 Juni 2016   21:08 Diperbarui: 9 Juni 2016   21:13 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taris Pratama melihat burung hias yang dijualnya sembari memanfaatkan libur sekolah di Bulan Ramadan. (FOTO. PRI)

Dua tahun mengikuti pendidikan di SLTP Pesanten Sabbihisma, Padang, kepribadian Islami sepertinya mulai benar-benar terbentuk dalam diri Taris Pratama. Masa liburan selama Ramadan bagi santri Sabbihisma itu dimanfaatkan dengan mengikuti Pesantren Ramadan di Masjid Almuhajirin, Komplek Pasir Putih, Tabing. Di lain waktu, dia membantu ayahnya berjualan aneka burung hias di kiosnya yang berada di Jalan Adinegoro, depan Simpang ATIP, Tabing.

Selain berjualan burung, dia juga membantu ayahnya, Feri, membuat berbagai perabotan rumahtangga seperti kursi dan meja serta servis aneka jok di bengkelnya yang bernama ‘Iqbal Jok’.

Bukan hanya melayani pembeli burung saja, Taris juga teliti memperhatikan kondisi burung-burung tersebut. Kalau burung itu tampak kelaparan atau kehausan, maka segera makanan dan air minumnya ditambah.

Burung hias yang bersuara merdu. (DOK PRI)
Burung hias yang bersuara merdu. (DOK PRI)
Kepada KORAN PADANG, Taris menyebutkan pembeli burung hias itu saat ini cukup banyak. Karena tren sekarang adalah burung hias seiring memudarnya ‘kemilau’ batu akik. Apalagi, jenisnya pun beragam dengan harga yang bervariasi pula, mulai dari puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah.

“Seluruh burung didatangkan langsung dari Jawa Barat, terutama dari Bandung. Di sana banyak warganya yang beternak aneka burung,” kata Taris seraya menyebutkan ayahnya pergi mengambil burung-burung itu ke Bandung sekitar dua kali sebulan. Perginya naik pesawat via Jakarta dan pulangnya naik bis.

Taris bercerita, burung yang dijualnya adalah burung yang tidak melanggar ketentuan pemerintah dan peminatnya juga banyak. Di antaranya burung kenari, murai daun, cucak ulin, cendet, ciblek, dan prenjak.

“Peminat burung di Sumbar cukup banyak karena suara burung yang merdu dan enak didengar. Ada yang beranggapan pecinta burung itu murah rezeki. Buktinya, burung yang harganya seekor sampai jutaan rupiah tetap banyak peminatnya. Menurut Taris, hal itu menandakan bahwa pecinta burung itu banyak uangnya karena rezekinya murah.

Di usianya yang terbialng jelang remaja, Taris yang bercita-cota menjadi TNI itu mengaku tidak suka berkeluyuran, menghabiskan waktu tidak karuan sehingga memusingkan orangtua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun