Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rumah Gadang dan Rangkiang Tumbang

11 Januari 2016   16:55 Diperbarui: 11 Januari 2016   20:32 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kelihatan kerangka jenjang Rumah Gadang yang masih tinggal, sementara rumahnya sudah runtuh dan juga kelihatan rumah gadang yang sudah dimakan usia karena tidak lagi ditempati. Direkam baru-baru ini di jorong Ampanggadang Vll Koto Talago Guguk Kabupaten limapuluh Kota (Adi Bermasa)"][/caption]Ribuan rumah gadang dan rangkiang di Ranah Minangkabau sudah sejak lama memprihatinkan. Dan tidak sedikit rumah gadang dan rangkiang dalam kondisi lapuk karena tidak terurus,sekaligus tidak lagi ditempati.

Era rumah gadang saat ini seakan hanya sebagai peninggalan budaya warga Minangkabau. Kalau ada juga yang membangun rumah gadang, boleh dikatakan sangat minim sekali. Hanya mereka yang berduit banyaklah yang berusaha membangun kembali rumah gadang itu. Mereka, adalah kalangan perantau yang berhasil usaha bisnisnya, atau juga kalangan pejabat pemerintahan yang berpendapatan "lebih". Namun, setelah rumah gadang selesai dibangun, ada kalanya tidak berpenghuni, sebab mayoritas warga pesukuan yang bersangkutan kebanyakan berusaha di rantau. Hanya pulang kampung seketika saja, terutama merayakan lebaran.

Rumah gadang ataupun rangkiang merupakan kebanggaan warga Minang sebenarnya. Sebab tidak sempurna ranji keluarga dari suatu pesukuan kalau rumah gadangnya tidak ada jadi salah satu alat bukti. Dan sekarang, itu benar yang terus berguguran. Rumah gadang tidak berpenghuni, rusak, lapuk, berlanjut dengan keruntuhan.

Kita juga mengakui, memang di suatu daerah masih terpelihara rumah gadang dan rangkiangnya. Hanya saja hal demikian berlaku pada sebagian daerah, terutama warga yang setia menghuni rumah tersebut adalah mereka yang tetap bertahan disebabkan belum ada dana untuk membangun "rumah gedung" di tempat lain. Atau yang menghuni rumah gadang itu adalah kalangan tua yang begitu setia dengan miliknya.

Telitilah, mereka yang berdiam di rumah gadang sekarang adalah mereka yang kebanyakan sudah sepuh. Sementara generasi pelanjutnya, kalau sudah ada dana, lebih suka keluar dari rumah gadang dengan membangun pemondokan di kawasan lain.

Warga zaman sekarang, tampaknya selalu menyesuaikan peradaban dengan era kemajuan, termasuk membangun pemondokan. Praktis, tidak banyak biaya, dan bahannya mudah didapat.

Yang dimaksud praktis, pada bangunan tersebut ada WC, minim ruangan kosong luas dan tidak ada kandang di bawahnya. Sementara rumah gadang, mayoritas bahannya dari kayu. Dan beragam pekayuan sudah lama langka. Dan kalau ada, sulit mendapatkannya.

Bagi yang pernah menempati rumah gadang, pasti untuk mandi ataupun buang air besar pergi ke pancuran serta jamban yang terdapat di kolam ikan. Kebiasaannya lokasinya juga jauh dari rumah.

Kita sebagai warga Sumatra Barat bersuku Minangkabau, tentu berkeinginan rumah gadang lestari sepanjang masa. Tapi, ada kekhawatiran, yang sudah jadi kenyataan, berupa keengganan penduduk membangun rumah gadang, meski menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Penyebabnya, tentu beragam alasan. Maklum, era terkini. Satu keluarga, satu rumah. Sementara rumah gadang dengan penghuni banyak keluarga, meski satu suku, seakan tidak zamannya lagi.

Bagi mereka yang berkeinginan kembali membangun rumah gadang, tentu perlu disesuaikan dengan era terkini. Tetap bergonjong, namun kamar mandi dan WC harus menyesuaikan. Tidak ada lagi kandang di bawahnya. Melainkan kawasan kandang sudah berupa kamar yang sudah dimodifikasi. Dan tidak dipaksakan atapnya ijuk, dinding dan lantai kayu. Melainkan bisa saja beton. Khusus bagi suku yang berkeinginan tetap memelihara rumah gadangnya, silakan saja bersepakat memeliharanya tetap utuh, serta yang menempati, kalau tidak memungkinkan lagi beramai ramai, silakan saja disepakati, siapa yang menghuninya.

Sebenarnya kita prihatin, banyaknya rumah gadang tidak terpelihara, bahkan ada yang sudah runtuh, termasuk rangkiangnya di halaman, sama saja. Untuk itu sudah sepantasnya ninik mamak kepala suku berinisiatif untuk memelihara rumah gadang. Manfaatkanlah momentum memelihara rumah gadang itu sebagai "pengikat kebersamaan" bersuku dan berkampung untuk tetap terjalin silaturrahmi antara mamak dengan kemenakan, urang sumando dengan mamak rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun