Tekad untuk memindahkan kerangka jenazah tokoh nasional sekaligus pejuang berkaliber internasinal, Tan Malaka, segera jadi kenyataan.
Seperti dimaklumi, lokasi makam Tan Malaka yang merupakan putra Pandam Gadang Limapuluh Kota, Sumatra Barat sudah sangat lama menjadi ‘misteri’. Barulah sejak beberapa tahun terakhir diketahui bahwa Tan Malaka dimakamkan di Kediri, Jawa Timur.
Tekad bulat memindahkan makam Tan Malaka dari Kediri ke Pandam Gadang muncul setelah dialog di STAIN Kediri beberapa waktu lalu. Hal itu dilanjutkan dengan rencana konkrit membangun museum Tan Malaka di Pandam Gadang.
KORAN PADANG terbitan Rabu (4/1) mengekspos jumpa pers Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, yang menyebutkan rencana pemindahan kerangka jenazah Tan Malaka sudah tahap pengurusan di Kementerian Sosial RI.
Menurut Ferizal, tim penjemputan akan dilepas secara adat di Pandam Gadang, 14 Januari nanti. Penjemputan kerangka jenazah Tan Malaka sebagai keinginan keluarga beliau karena yang bersangkutan adalah pucuk adat dan raja pada Kelarasan Bunga Setangkai. Ferizal mengharapkan masyarakat dan tokoh peduli ikut menyukeskan prosesi tersebut.
Menurut rencana, setelah penggalian makam acara dilanjutkan berlanjut dengan kirab melalui 36 daerah yang pernah jadi basis perjungan Tan Malaka di Pulau Jawa dan Sumatera, dimulai dari Kediri dan berakhir di Limapuluh Kota.
Perjuangan memindahkan makam kerangka pejuang Tan Malaka itu tentu diharapkan berlangsung sukses. Apalagi, pemindahannya sebagai kehendak dan keinginan pihak keluarga dan tokoh masyarakat yang direstui lembaga pemerintahan.
Bagaimanapun juga, seluruh pahlawan adalah pejuang yang tanpa pamrih telah mengorbankan semangat, pemikiran, dan fisiknya untuk memperjuangkan dan mempertahankan NKRI yang kita banggakan.
Pahlawan adalah milik bangsa yang besar ini dan bukan milik perorangan. Di mana dimakamkan, walau tidak di tanah kelahirannya, bukanlah satu permasalahan. Namun demikian, bukan tidak mungkin sebelum tokoh itu berpulang, Beliau berwasiat berkaitan dengan lokasi pemakamannya ketika sudah meninggal nanti. Itulah yang terjadi ketika Presiden pertama Bung Karno wafat, jenazahnya dimakamkan di tanah kelahirannya, Blitar. Begitu juga Pak Harto dikebumikan di pemakaman keluarga di Yogjakarta.
Banyak juga pahlawan bangsa yang tidak dimakamkan di tanah kelahirannya. Sebut saja Pak Hatta, makamnya di Tanah Kusir Jakarta. Buya Hamka juga di Tanah Kusir. Bahkan, Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di Lotak, Minahasa, Sulawesi Utara.
Istimewanya, Tuanku Imam Bonjol, di komplek makamnya ada masjid yang ramai jemaahnya. Begitu juga 'batu datar' di pinggir sungai tempat Tuanku Imam Bonjol salat, tetap terpelihara baik. Begitu syahdunya kita salat di 'batu datar' Imam Bonjol ini. Tidak tertahankan air mata keluar. Terbayang susahnya Imam Bonjol menjalani hukuman dari Belanda setelah berjibaku melawan penjajah dalam kurun waktu 1821 -1836 di Ranah Minang.