Masih sangat banyak warga miskin di Sumatra Barat yang belum punya WC di rumahnya. Sehingga mereka mentradisikan buang air besar di lokasi seadanya saja. Khusus bagi mereka yang tinggal di pinggir pantai, terbiasa buang air besar sebelum matahari terbit supaya tidak dilihat warga lain.
Namun, sebagian warga ada juga yang pakai jurus 'asoy terbang'. Buang air besar (maaf) ditampung dengan plastik asoy dan selanjutnya plastik asoy tersebut dilemparkan ke pinggir laut atau ke dalam sungai yang terdapat di lingkungan warga miskin tersebut.
Khusus di pedalaman, warga miskin yang tidak punya WC itu buang air besar di pinggir sungai. Ada juga di kolam ikan. Hal demikian banyak dijumpai di sejumlah daerah hingga saat ini, seperti Kabupaten Limapuluh Kota, Agam, Pasaman, Tanahdatar, Pasaman Barat, dan daerah lainnya.
Kebiasaan yang tidak elok itu bukan hanya dilakukan warga miskin saja, namun mereka yang kaya dan berpunya juga berbuat begitu. Ya itu tadi, karena sudah mentradisi. Bahkan ikan gurami yang terkenal kelezatannya, baik digoreng atau digulai, termasuk lahap dengan 'limbah’ produksi manusia itu.
Sejak beberapa waktu belakangan, program WC untuk warga miskin mulai digalakkan di Sumatra Barat. Khusunya ditujukan bagi mereka dari kalangan tidak berpunya. Sasaran program ini tentu saja untuk menghilangkan tradisi buang air besar di sungai, kolam, atau selokan.
Untuk menyukseskan 'si miskin berjamban' ini, Yayasan Damandiri Jakarta pimpinan Prof. DR. Haryono Suyono, memberikan dukungan poenuh. Sebanyak 1000 jamban leher angsa dikirim ke Sumatra Barat bekerjasama dengan Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) yang diketuai Hj. Nevi Irwan Prayitno. LKKS merupakan perpanjangan tangan Yayasan Damandiri untuk memasyarakatkan jamban leher angsa itu kepada 1000 kepala keluarga warga miskin tersebut.
Dalam rapat khusus di Gubernuran, Jalan Sudirman Padang yang dipimpin Ketua LKKS Sumbar, Hj. Nevi Irwan Prayitno, Jumat (3/6), dimatangkanlah program jamban untuk warga miskin ini. Disepakati, dalam bulan Ramadhan ini jamban itu sudah jadi kenyataan. Untuk biaya tukang, satu jamban sebanyak Rp500 ribu disumbang Badan Amil Zakat Sumatra Barat dan Baznas daerah setempat. Ada lagi material semen yang disumbang PT Semen Padang. Untuk atapnya diusahakan partisipasi warga lingkungan yang dikoordinir kepala desa, lurah, bersama ninikmamak dan tokoh masyarakat setempat.
Untuk penjabaran program jamban itu, LKKS Sumbar membentuk tim yang dipimpin disepakati dipimpin H. Adi Bermasa. Tim itu dalam waktu dekat akan mengadakan pertemuan dengan LKKS dan Baznas setempat yang jadi sasaran penempatan jamban itu, sekaligus dengan lurah, kepala desa, kepala jorong, ninik mamak, dan keluarga miskin yang jadi sasaran. (ak)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI