Dedengkot PKB, PPP, dan PAN ‘Tidak Cerdas’ Memajukan Jakarta
Sepertinya, tidak mungkin pemilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang berjumlah sekitar 17 persen pada pilkada Jakarta putaran pertama lalu menjatuhkan pilihannya pada Ahok-Djarot pada putaran ll, April mendatang. Alasannya, bisa saja pilihan merkea ke Agus karena ingin Jakarta dipimpin oleh Gubernur baru. Otomatis, bukan Ahok.
Terlihat jelas, dalam pilkada putaran pertama, mayoritas pemilih menginginkan Gubernur baru. Jumlahnya mencapai 57,03 persen. Rinciannya, 17,06 persen pemilih Agus-Sylvi dan 39,97 persen pemilih Anis-Sandi. Maka, mustahil rasanya pada putaran ll mereka menjatuhkan pilihan pada Ahok.
Sejauh ini, partai pendukung Agus pada putaran pertama masih belum menentukan sikap apakah memilih Ahok atau Anis. Tiga dari empat partai pendukung itu, yakni PPP, PKB, dan PAN, dalam garis sejarahnya didirikan cendekiawan Islam terkemuka, beraliran NU, Muhammadiyah, dan ICMI.
Khusus Demokrat, sangat minim kepercayaan publik bahwa petinggi partai ini akan menggiring pengikutnya memilih Ahok. Sangat tidak diterima akal sehat. Silahkan saja pencinta Kompasiana berfikir sendiri kenapa 'jemaah SBY' enggan 'berteman' dengan Ahok.
Jika petinggi PPP, PAN, dan PKB ‘salah langkah’, pada masanya nanti, saat pilkada ataupun pemilu mendatang, berkemungkinan besar tiga partai ini 'dihukum' rakyat dengan ‘mengerdilkannya’, dengan tidak lagi mencoblos partai tersebut.
Bahkan lebih dari itu, arwah tokoh Islam terkemuka, pendiri partai ini akan ‘mernyumpahi’ pewarisnya yang mengkhianati perjuangan partai bernuansa Islami itu. Termasuk Prof. Amien Rais, dedengkot PAN, dipastikan sudah jelas hembusan anginnya ke arah mana. Bahkan, kitapun maklum, baik Amien Rais maupun Anis Baswedan luar biasa kental 'ke-Indonesiaan dan ke-Islamannya' di bawah panji-panji HMI maupun KAHMI.
Dengan demikian, pemilih Agus pada putaran l akan tetap pendiriannya 'Jakarta butuh Gubernur baru'. Jelas, tokohnya Anis Baswedan.
Pemilih di Jakarta boleh dikatakan mayoritas insan cerdas dan berpendidikan. Mereka berfikiran independen dan tidak bisa ditekan siapapun juga.
Silahkan saja dedengkot PKB, PAN, dan PPP masih saja berleha-leha dan belum menggiring jemaahnya ke kubu Anis. Namun, pertunjukan yang diperlihatkan dedengkot tiga partai berakidah Islamiyah itu dinilai massa bahwa ada yang sedang 'ditunggu'. Bisa saja, 'siriah dalam carano' dari kubu tertentu. Kalau ini memang kenyataan, alamat sampai disinilah usia petinggi tiga partai itu.
Sebenarnya, tidak perlu petinggi tiga partai Islam itu mengulur-ngulur waktu ‘permainan’ menentukan sikap tersebut. Semakin diulur semakin membuat kecurigaan ummat semakin meninggi tensinya.