Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Macet saat Lebaran di Sumbar, Ibarat Lenggang Tidak Lepas dari Ketiak

28 Juni 2016   13:54 Diperbarui: 29 Juni 2016   11:27 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemacetan. (FOTO: www.klikpositif.com)

Lebaran datang, jalan raya terasa sempit. Begitu yang kita rasakan sejak rakyat di daerah ini, baik di kampung dan di rantau, punya ribuan kendaraan. Ketika Hari Raya datang, mereka semua berkumpul di Sumatera Barat. Sehingga, macet pun tidak terhindarkan.

Tidak perlu di antara kita salah-menyalahkan tentang macet laur biasa yang terus terjadi secara berulang-ulang saban tahun. Semuanya itu pertanda kemajuan dan kesejahteraan masyarakat terus meningkat. Jangankan saat lebaran, pada hari-hari biasa pun di jalur-jalur tertentu kemacetan sudah mentradisi. Lihatlah, jalan negara di kawasan Pasar Kotobaru Tanahdatar, tiap Senin pagi hingga siang luar biasa semrawut.

Sudah puluhan tahun terus begitu. Berganti gubernur hal demikian tidak ada perubahan. Meski ‘doeloe’ sudah ada rintisan jalan baru di pinggir pebukitan Stasiun Kotobaru, tapi entah mengapa tidak berlanjut sampai kini. Bahkan, bangunan pasar yang baru di sebelah kanan arah ke Bukittinggi, persis berseberangan dengan pondok bika si Mariana, sudah lama selesai tapi tidak kunjung dipakai.

Begitu tidak berdayanya banyak pihak mengatasi kemacetan setiap Senin di Kotobaru. Meski sudah ada jalan alternatif via Pandaisikek, namun tidak ‘biasa’ ditempuh kendaraan. Penyebabnya, jelas karena tidak berkenannya sopir mengarahkan kendaraannya melalui jalan tersebut.

Itu baru kemacetan di Kotobaru. Belum lagi dari Sungaibuluh sampai ke Bukittinggi. Kemacetan sudah jadi hal rutin tiap saat. Sungguh menyebalkan. Pokoknya, jalur Padang - Bukittinggi atau sebaliknya, yang namanya macet sudah bukan hal asing lagi.

Bagaimanapun hebatnya teori mengurai kemacetan, percayalah, kemacetan itu akan sulit dihilangkan, terutama pada musim libur, terlebih lagi saat lebaran. Jutaan kendaraan bermotor akan merayap di ‘tanah bertuah’ Minangkabau yang kita banggakan ini, beringsut-ingsut, menimbulkan kemacetan parah seperti 'nan taralah'. Kendaraan bernomor polisi Sumatera Barat, Riau, Sumatera Utara, Jambi, Hingga berpelat B, yang membawa pemudik pulang kampung jelas "tidak terkaha" ditampung oleh jalan raya di daerah ini.

Jika ditilik, problema kemacetan itu berkaitan erat dengan kepemilikan kendaraan yang tidak sebanding dengan layanan jalan raya di mana pembangunannya tidak sekencang warga memiliki kendaraan. Begitu susahnya memperlebar jalan raya, terutama jalur macet Padang-Bukittinggi tersebut. Jangankan itu, di Kota Padang saja, pemda setempat sungguh susah membangun jalan jalur dua bypass. Beragam cara dilakukan namun masih saja ada bengkalai. Tidak tentu siapa yang disalahkan. Yang jelas, kita hidup di era kini. Lain di era dulu, Orde Baru, semuanya lancar. Partisipasi luar biasa. Tapi sekarang, apa boleh buat, silakanlah berkomentar apa maunya, terserah. Berbuih-buih air liur, belum tentu rencana baik itu berjalan mulus.

Berlebaran di Sumatera Barat - di satu sisi - identik dengan kemacetan. Itu merupakan ‘hadiah’ luar biasa yang bisa dibawa ke tanah rantau. Tentu mereka, para pemudik akan melontarkan berbagai teori dengan beragam argumen. Muaranya, pemerintah yang disalahkan. Dikatakan pemerintah tidak peka, tidak membangun, tidak ada usaha memperlebar jalan raya. 

Semuanya itu sudah jadi ‘air mandi’ bagi pemimpin di daerah ini. Namun yang namanya pemerintah mereka harus sabar dengan segala kritikan itu. Anggap sebagai masukan. Namun kenyataan di lapangan, begitu sulitnya memecahkan problema yang berkaitan dengan jalan raya. Apalagi soal pembebasan lahannya.

Bahkan, media massa sudah sering mengekpose rencana pembangunan jalan tol Padang - Bukittinggi terus ke Pekanbaru, mungkin saja akan sampai ke Malaka. Nyatanya, berita tol itu sudah ‘terkubur’. Entah di mana sekarang. Tanda-tanda akan dimulainya tol itu sama sekali tidak diketahui lagi tindak-lanjutnya.

Kalau saja jalan tol, fly over, pelebaran jalan, di ruas jalur Padang - Bukittinggi tetap saja tidak terwujud, jangan harap masyarakat akan luwes berkendara di ‘Ranah Bundo’ ini. Tidak perlu pula berharap lebaran tahun ini akan terasa nikmat berkendaraan di Sumatera Barat. Nonsense itu. Yang penting, siapkan mental dan tetaplah bersabar di jalan raya ketika menikmati lebaran pekan depan. Sebab, kesabaran adalah salah satu ciri umat bertaqwa melalui gemblengan selama Ramadan ini. Jika tidak sabar, jelas puasa tidak berbekas dalam diri kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun