Pecatur kawakan penyandang gelar Master Nasional (MN), Bastian, yang juga merupakan mantan karyawan Pertamina, kini hidup pasrah di Panti Sosial Sabai nan Aluih, Sicincin, Kabupaten Padangpariaman.
Sudah cukup lama pria yang kini telah berusia 80 tahun itu hidup sendiri, sejak istri pujaannya bernama Suria meninggal dunia tahun 2007 silam. Sebenarnya, sanak-saudara Bastian masih ada di kampungnya di Simpang Haru, Padang. Namun dia lebih suka bersama rekan-rekan seusianya yang berjumlah sekitar 100 orang, melalui masa renta di panti asuhan tersebut.
Walau jauh dari keluarga, di panti sosial itu Bastian termasuk lelaki lanjut usia yang masih kreatif dalam dunia percaturan. Siang hari, dia sering mangkal di terminal atau di Stasiun Sicincin ‘mewariskan’ hobi caturnya pada anak muda atau kepada sopir angkutan umum yang sedang menunggu penumpang.
Rajinnya Master Nasional catur itu mengajari anak muda main catur membuat namanya populer di Pasar Sicincin yang jaraknya dari panti sosial sekitar 300 meter saja. Sewaktu-waktu, Bastian dapat hadiah dari ‘murid-murid’-nya. Adakalanya berupa uang, roti, dan lainnya.
Bastian kembali ke panti ketika waktu Salat Zuhur sudah masuk berlanjut makan siang dan sampai sore bercengkrama dengan sesama teman lanjut usia sambil beristirahat. Begitulah kesehariannya.
Bastian pernah mengabdi di Pertamina Jakarta selama 16 tahun. Dia masih ingat pesangon yang diterimanya tahun 1981 saat berhenti sebesar Rp1,6 juta.
Sewaktu ditemui di wismanya, baru-baru ini, Bastian bertelanjang dada. “Angek,” katanya. Maklum saja, Sicincin dan Lubukalung terkenal dengan udaranya yang panas.
Dia berucap suka menghabiskan masa senjanya di Panti Jompo Sicincin itu. Makan disediakan pemerintah, kamar bersih, dan juga dituntun anak-anak muda perawat. Dibimbing mandi, bersih-bersih diri. Kesehatan terjaga.
“Pokoknya, senang di panti ini,” kata Bastian.
Rumanis, Terpasah ke Panti karena Cucu