Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Daita Nosi, Kapan Jadi Muzaki...?

20 Februari 2016   14:54 Diperbarui: 20 Februari 2016   15:33 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Beragam model sendal jepit produksi warga dhuafa Daita Nosi di Tanah Garam Solok yang dibantu permodalannya oleh Baznas Sumbar bersama LKKS dipimpin Hj. Nevi Irwan Prayitno. (FOTO | DOK. PRIBADI)"][/caption]Ternyata Kota Solok sudah memproduksi sendal batik. Terbilang laris juga.Meski pengusahanya masih bekerja dengan peralatan serba sederhana. Namun semangatnya yang luar biasa, meski dia hanya wanita dhuafa, namun hasil kerjanya terbilang membanggakan. Bahkan berpameran pun sudah sering diikutsertakan oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Solok.

Sudah banyak juga peminat sendal batik produksi Kota Solok ini. Meski pribadi yang memproduksiya, 'wanita tangguh' bernama Daita Nosi bersama suaminya Jasrial, belumlah begitu membanggakan keadaan usahanya sehari-hari. Lokasi kerjanya sekaligus pusat pemasarannya masih merupakan warung kecil di Jalan Syech Alkalabi, RT 01 - RW 02 Tanah Garam Kota Solok.
Disanalah Daita Nosi bekerja bersempit - sempit memenuhi permintaan pelanggannya yang setiap bulannya memproduksi maksimal 10 kodi sendal batik,yang bahannya juga terdiri dari kertas karton serta bahan baku yang sebagiannya merupakan daur ulang.

Sewaktu tempat usaha sendal batik Daita Nosi ini dikunjungi, ternyata yang melayani pembeli hanya anaknya, wanita yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Dan melihat sepintas, usaha sendal batik ini tampaknya berjalan lancar. Namun problema yang dihadapi berupa masih kurangnya modal usaha, ditambah pemasaran yang sewaktu-waktu stagnan.

Meski sendal batik Kota Solok ini sudah tampil dalam berbagai pameran, tapi nasib Daita Nosi, yang boleh dikatakan 'pengusaha dhuafa', sangat terasa, kurangnya 'support' berkaitan pemasaran diterimanya. Terbukti, di tempat penjualan sendal yang ada di kota Solok boleh dikatakan adalah produksi luar daerah. Entah kenapa, 'SENDAL BATIK LABOMA', produksi putra daerah tidak tampil ke permukaan.

Kitapun tentu tidak perlu saling salah menyalahkan. Bgaaimanapun juga Daita Nosi masih terbilang 'dhuafa' dalam banyak hal. Dhuafa dalam komunikasi, dhuafa dalam permodalan, dhuafa dalam lobbiying, dhuafa dalam pemasaran. Jelas, untuk membebaskan Daita Nosi dalam 'kedhuafaan', Baznas bersama LKKS Sumatra Barat sudah turun tangan mendongkrak pemodalan,namun masih saja belum mencukupi tampaknya. Sementara 'kemandirian' warga dhuafa, pasangan suami-istri dari Tanah Garam ini masih perlu sokongan banyak pihak.

Mereka, meski sudah mengangkat nama Kota Solok melalui kegiatan pameran produksi daerah,namun Daita Nosi masih meratapi nasibnya. Modal usaha yang masih kurang, serta management berkaitan dengan pemasaran butuh genjot yang maksimal.Tentu saja, lembaga terkait masih dibutuhkan untuk membebaskan Daita Nosi dari kehidupan 'dhuafa'.

Kita percaya, kalaulah lembaga terkait bersama pimpinan daerah Kota Solok menggenjot maksimal usaha dilakukan Daita Nosi ini, niscaya Kota Solok yang begitu populer dengan 'berasnya', akan semakin populer, kalaulah derita Daita Nosi berhasil diatasi. Jadilah saatnya nanti, Kota Solok dengan berasnya yang ternama,akan lebih populer dengan produksi sandal batiknya. Dan itu bisa saja jadi kenyataan,kalaulah Daita Nosi meninggalkan ke dhuafaannya, dan beralih ke kelompok 'muzaki', warga mampu yang berzakat karena usahanya berkembang pesat.

Peralihan kehidupan Daita Nosi dari 'dhuafa' ke 'muzaki' bisa jadi kenyataan, kalaulah semua unsur punya keikhlasan maksimal mendongkrak kehidupan 'pengrajin lugu' dari Tanah Garam ini.
Baznas Sumatra Barat bersama Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial propinsi dipimpin Hj. Nevi Irwan Prayitno sudah berbuat untuk Daita Nosi, si pengusaha dhuafa. Siapa menyusul ??? Apakah kita semua tega, dengan keseharian Daita Nosi?

Mari kita angkat Daita Nosi jadi pengusaha tangguh, yang ujung-ujungnya dia pada saatnya masuk dalam kelompok 'muzaki'. Mampu dan membayar zakat !!!

Dari 50 warga dhuafa di Kota Solok yang disupport Baznas Sumatra Barat bersama LKKS, yang kesemuanya bergerak dalam usaha ekonomi produktif, melalui lembaga Posdaya, juga ada usahanya yang membanggakan,yaitu wanita Syamnidar, juga tempat usahanya di Tanah Garam, berupa 'dendeng pensi'. Juga sudah ikut dalam pameran yang disponsori Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag.) kota Solok. Tidak jauh beda dengan usaha sandal Daita Nosi. Masih bertahan dengan kedhuafaannya. Walaupun kemasan dendeng pensi Syamnidar ini sudah punya kemasan baik dengan merek 'TAGARSO', yang artinya 'Tanah Garam Solok'.

Siapa yang akan membesarkan 'warga kecil', si pengusaha TAGARSO ini? Tidak ada orang lain. Tapi, kita semualah. Terpulang maklum pada 'Tungganai' yang berpengaruh di Kota Solok yang kita cintai ini! *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun